Sabtu, 20 September 2008

Tawadhu', Sifat Ibadurrahman yang utama

Tawadhu’, Sifat Ibadurrahman yang utama

Oleh Buya H Mas’oed Abidin



Sifat Ibadurrahman yang pertama diungkapkan oleh Al Qur’an adalah tidak sombong. Mereka senantiasa berjalan di muka bumi dalam keadaan rendah hati dan penuh tawadhu’.

Rendah hati atau tawadhu’ adalah sikap lemah lembut, tidak congkak dan pongah. Mereka senantiasa berjalan dengan penuh kewibawaan dan kehormatan Hamba Allah yang terpuji itu tidak menghiasi diri dengan sikap sombong dan jauh dari sikap takabur. Hamba Allah yang terpuji itu tidak merasa lebih tinggi dari siapapun, dan mereka sadar bahwa mereka adalah hamba Allah yang semestinya tidak angkuh dan tidak pula ujub atau membanggakan diri sendiri.



Berjalan di muka bumi dengan rendah hati bukan berarti berjalan dengan cara membungkuk-bungkuk seperti orang sakit pinggang Sama sekali tidak. Karena baginda Rasulullah SAW tidak pernah berbuat seperti itu, begitu pula para sahabat sesudah beliau.

Sahabat Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu radhiallahu anhu meriwayatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, bahwa Rasulullah ketika berjalan tampak badan beliau bergerak-gerak seperti sedang menempuh jalan menurun. Ini merupakan jalannya orang-orang yang penuh semangat dan pemberani. Ibnul Qayyim di dalam Zadul Ma’ad menyebutkan juga begitu.

Abu Hurairah pernah pula berkata, “Aku tidak melihat sesuatu pun yang lebih bagus dari pada Rasulullah SAW. Seolah-oleh matahari berjalan di muka beliau. Aku juga tidak melihat seseorang yang lebih baik jalannya daripada jalan beliau, seakan-akan bumi menjadi turun di hadapan beliau. Kami sudah berusaha menyeimbangi beliau, tapi beliau seperti tidak peduli.”

Rasulullah tidak berjalan seperti orang sakit atau lamban. Maksud cepat di sini bukan berarti berjalan dengan tergesa-gesa yang mengabaikan kewibawaan. Beliau tidak berjalan terlalu cepat, tetapi sederhana. Artinya sedang-sedang saja, tidak terlalu cepat tidak terlalu lambat, sesuai dengan perawakan, umur dan kemampuan.

Rasulullah SAW dan juga para sahabat beliau telah menyontohkan kepada kita sikap tawadhu’ yang pada dasarnya adalah salah satu landasan sikap dan akhlak Qurani.

Sikap tawadhu’ adalah sikap menghormati setiap orang, bahkan semua makhluk yang melata di muka bumi. Tidak memandang enteng semua orang. Penyantun dan penyabar. Memuliakan pergaulan. Tawadhu’ dirasakan oleh semua orang yang ditemui dalam perjalanan hidupnya.

Kitab Muzakarah fi manazili as Shiddiqin wa ar Rabbaniyyin; min khilali an Nushus wa Hikam Ibnu ‘Athaillah Sakandary karya Syaikh Sa’id Hawwa mengungkapkan satu kata hikmah. “Barangsiapa yang beranggapan bahwa dirinya tawadhu’ pada hakikatnya dia orang-orang yang sombong, sebab anggapan tawadhu’ seperti ini tidak timbul kecuali lantaran rasa tinggi diri atau tinggi hati. Karena itu, jika engkau beranggapan bahwa dirimu telah tawadhu’ sebenarnya engkau adalah orang yang takabur (sombong).”

Kata hikmah ini mengungkapkan bahwa sikap tawadhu’ adalah sikap yang lahir karena semata mengharapkan redha Allah, bukan lahir karena mengharap pujian manusia. Allahu A’lam Bi As Shawab



Tidak ada komentar: