Kamis, 17 November 2011

Suluah Bendang di Nagari



Suluah Bendang di Nagari

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Sebenarnya masyarakat Sumatra Barat harus bersyukur kepada Allah SWT yang menganugerahi rahmat besar dengan nilai tamaddun budaya Minangkabau. Filosofi budaya masyarakat Minangkabau terikat kuat dengan penghayatan Islam dan terbukti menjadi puncak kebudayaan masyarakat di Sumatra Barat.

Peranan imam khatib suluah bendang (suluh benderang) di tengah nagari dan para pendidik sungguh satu pengabdian mulia dengan tugas sangat berat. Bertambah berat di kala kita berhadapan dengan fenomena keumatan yang mencemaskan di Nagari dalam arus perubahan global.

Ketidakberdayaan Imam Khatib Adat menunjukkan model keteladanan yang baik, telah menjadi penghalang pencapaian hasil dan menjadi titik lemah penilaian umat terhadap keperibadian Imam Khatib Adat bersangkutan.

Pepatah Arab menyebutkan: “Jangan lakukan perbuatan yang anda tegah, Perbuatan demikian aibnya amatlah parah.” Kemuliaan murabbi pendidik umat dipancarkan dari keikhlasan membentuk anak manusia menjadi generasi pintar berilmu yang mampu mengamalkan ilmunya.

Generasi Minang semestinya berbudi luhurakhlakul karimah -- dalam bertindak dan berbuat untuk kebaikan. Cakupannya yang lebih luas lagi adalah untuk menciptakan bahagia di dunia dan di akhirat dengan jalinan silaturahim dalam tatanan bermasyarakat. Firman Allah menyebutkan ; “Dan carilah dari pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS.28, Al Qashash:77.)

Umat Islam di Ranah Minangkabau di Sumatra Barat sudah menjadikan surau sejak masa yang panjang sebagai tempat pembinaan umat. Buktinya bertebaran pada setiap Nagari sampai kepelosok kampung, dusun dan taratak.

Rajutan cita-cita luhur itulah semestinya yang harus kita dapatkan jawabannya dan wajib ditampilkan terpadu dalam gerak dan kesepakatan bersama untuk Kembali ke Surau.

Surau menjadi cikal bakal tumbuhnya lembaga pendidikan di Nagari dan kemudian dapat dikembangkan menjadi madrasah. Orang Minang menyebut tempat dilangsungkan-nya pendidikan agama dengan “surau (madrasah)”.

Pada masa dulu tidak dilazimkan memakai kata “pondok pesantren” seperti sekarang. Adanya madrasah surau, di antaranya Sumatra Thawalib di Parabek, di Padang Panjang (surau Jembatan Besi), di Batusangkar (Surau Simabur) di Lambah Sianok (Surau Inyiak Syekh Abdul Mu’in) dan juga Madrasah Diniyah Islamiyah yang lahir dari surau dan kemudian seiring perkembangan zaman ditambah dengan kepandaian putri yang terkenal sejak 1928.

Para thalabah (penuntut ilmu) lulusan surau (madrasah) umumnya berkiprah di kampung halaman setelah selesai menuntut ilmu, dengan mendirikan pula Sekolah-sekolah agama, bersama-sama dengan masyarakat, memulainya dari akar rumput, dan mengawali langkahnya dari surau.

Surau fungsinya tidak semata tempat dilaksanakan ibadah mahdhah (shalat, tadarus, dan pengajian majlis ta’lim). Surau adalah wadah untuk mencerdaskan umat. Dari surau umat diajak mengamalkan seruan syarak.

Di antara ajakan Rasulullah SAW adalah, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an). Dan sekali jangan menjadi kelompok keempat, yang tidak memiliki aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni tidak mengajar, tidak pula belajar, serta enggan untuk mendengar”.

Gerakan masyarakat menghidupkan surau dengan maksud mencerdaskan dan menanamkan budi pekerti (akhlaq) Islami di tengah umat.

Upaya ini sejalan dengan kaedah adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah di Ranah Minangkabau. Semua, didorong mengamalkan Firman Allah, “ Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. “ (QS.IX, at Taubah, ayat 122).

Tuntutan paling utama dewasa ini adalah membentuk generasi berkepribadian yang unggul dengan iman dan taqwa. Satu kewajiban yang tidak boleh dilalaikan, membuat generasi Minang berpengetahuan luas dan menguasai teknologi, berjiwa wiraswasta, berakhlak dan beradat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah.

Langkah awal Pendidikan Berkarakter di Sumatera Barat



Langkah awal Pendidikan Berkarakter di Sumatera Barat

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Bagi setiap orang yang secara serius ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat -- terutama di Sumatera Barat, dengan tamaddun (adat budaya) Minangkabau -- pasti akan menemui satu iklim (mental climate) yang subur, yakni ada kekuatan agama dan adat resam istiadat serta budi bahasa yang baik. Beberapa model perlu dikembangkan di dalam pembinaan Ruhul Islam diantaranya pemurnian wawasan fiki dan mempertajam kekuatan zikir kemudian dilanjutkan dengan penajaman visi akhlak banagar. Mengembangkan keteladanan dengan uswah hasanah menanamkan sikap sabar dan selalu berbuat benar. Mesti pula dibiasakan memupuk rasa kasih sayang dan memperdalam spiritual religi. Bila itu ada, Insyaallah kendala atau tantangan perubahan zaman dapat diatasi.

Pengendali kemajuan sebenarnya adalah agama dan akhlak mulia yang mewarnai budaya bangsa. Budaya atau tamaddun bangsa yang selama ini telah berlaku turun temurun dalam masyarakat kita di Sumatera Barat – Minangkabau dengan tamaddun ABSSBK – yang terlihat jelas pada hubungan hidup dan kehidupan yang santun sopan sesuai bimbingan adat dan agama Islam. Peranan pendidikan karakter dengan merujuk kepada Ruhul Islam sejak dulu adalah membawa umat kepada keadaan yang lebih baik kokoh aqidah serta qanaah (memelihara apa yang ada) dan bersikap konsisten (istiqamah).

Dalam gerakan "membangun kehidupan masyarakat yang beragama Islam secara shahih” tidak dapat tidak setiap peribadi akan menjadi pengikat dalam membentuk masyarakat yang lebih kuat. Sehingga merupakan kekuatan sosial yang efektif dalam kekuatan persaudaraan. Pemasyarakatan budaya dalam keseharian sesuai syari’at Islam, mesti bersandar kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul. Maka pembinaan dan pelayanan masyarakat oleh siapa saja harus bertujuan kepada mencapai derajat peribadi taqwa, dalam hubungan hidup bermasyarakat sesuai tuntunan syariat Agama Islam. Mamutieh cando riak danau, tampak nan dari muko-muko, Batahun-tahun dalam lunau, namun nan intan bakilek juo.

Mengakarkan nilai nilai Ruhul Islam kedalam kehidupan masyarakat atau kelompok di Sumatera Barat -- Minangkabau -- mesti dengan penguasaan ilmu dengan ikatan akidah tauhid yang jelas. Generasi pelanjut bangsa mestinya dinamik yang mempunyai kejelian akal fikir disertai kejernihan budi pekerti. “Pucuak pauah sadang tajelo, Panjuluak bungo galundi, Nak jauh silang sangketo, Pahaluih baso juo basi. Anjalai tumbuah di munggu, Sugi-sugi di rumpun padi, Nak pandai sungguah baguru, Nak tinggi naiak-kan budi.”

Filosofi Hidup bermasyarakat di Minangkabau atau Sumatera Barat mesti diberi ruh oleh Islam. Kekuatan hubungan ruhaniyah (spiritual emosional) dengan basis iman dan taqwa akan memberikan ketahanan bagi umat. Hubungan ruhaniyah, lebih lama bertahan daripada hubungan struktural fungsional. Bila ada kesediaan mengacu kepada prinsip-prinsip Kepemimpinan Rasulullah harus ada kesediaan memasukkan kedalam seluruh sisi kehidupan secara sikap amanah dan jujur. Kejujuran dan sikap amanah diperlukan dimana saja dan berlaku universal. Sikap hidup ini dijabarkan dengan kebersamaan, gotong royong, sahino samalu, kekerabatan, dan penghormatan sesama, atau barek sapikue ringan sajinijing yang menjadi kekuatan juga di dalam kegiatan wiraswasta dalam menghidupi kesejahteraan masyarakat keliling atau gerakan incorporated social responsibility.

Kekusutan dalam masyarakat dapat diatasi dengan komunikasi. Persoalan perilaku harus mendapatkan porsi yang besar. Diperlukan sosialisasi nilai-nilai Islam masuk ke dalam budaya kerja. Kekekrabatan dijaga dengan satu sistem pandangan cinta dalam kegiatan membangun yang dilandasi mencari redha Allah. Kekuatan Umat ada pada jati dirinya. Shabar dan syukur adalah bukti nyata dari jiwa yang sadar beragama dan beriman tauhid. Disinilah letak kekuatan umat itu. Sabda Rasulullah SAW tentang sibghah orang Muslim itu diantaranya ,“Aku kagum kepada orang Islam, apabila ditimpa cobaan, dia ikhlas dan sabar, sebaliknya apabila memperoleh kebaikan, dia memuji Allah dan bersyukur. Sesungguhnya orang Islam itu diberi pahala dalam segala hal, bahkan berkenaan dengan suap yang diangkatnya ke mulutnya. (HR. Baihaqi dari Sa’id).

Kemelut kehidupan bermasyarakat banyak dikacaukan oleh pengikut hawa nafsu yang terdiri dari kelompok manusia yang tidak mempunyai jiwa yang sadar. Mereka itu selalu suka melanggar hukum dan bersifat ghaflah atau lalai serta pula senang berbuat Maksiat. Peringatan Kitabullah amatlah jelas menyebutkan, “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami”. (Lihat QS.7, Al A’raf ayat 179).

Mengaplikasi peringatan Allah ini maka peranan Pendidikan sistim Surau menjadi sangat signifikan didalam membangun dan mendidik generasi bersih yang beriman dan dinamik dalam gerakannya. Hal tersebut dapat dicapai dengan silabus pendidikan dan pemahaman agama yang benar. Melalui pendidikan sistim surau (halaqah) diharapkan terbinanya peribadi muslim yang kaffah (sempurna). Masyarakat keliling (lingkungan) akan memahami dan meyakini serta pula menerapkan aqidah iman yang istiqamah yakni konsisten menjauhi perbuatan dosa dan maksiat.

Insyaallah.

(Haluan, Jumat, 18 November 2011 M / 20 Dzulhijjah 1432 H, hal.4 OPINI)

Menjauhkan Diri dari Kemurkaan Allah



Oleh : Buya H. Masoed Abidin

Generasi anak bangsa ini mesti menjauhkan diri dari perilaku yang dimarahi Allah. Berperangai bebas tanpa arah akan mengundang musibah dalam kehidupan. Mengerjakan yang diwajibkan dan meninggalkan yang dilarang berarti berupaya menjauhkan diri dari kemaksiatan. Guna mengatasi problematika sosial yang terjadi kini dapat dilakukan dengan berbagai upaya. Diantaranya melakukan tazkiyah nafs (pembersihan diri) dengan teratur memantapkan iman (tauhid uluhiyah). Kemudian melaksanakan Ibadah yang berdisiplin wujud dari tauhid rububiyah. Selanjutnya dilakukan Wirid yang berkesinambungan, menjaga Shalat berjamaah, dan ibadah sunat yang teratur, seperti qiyamullail, shaum, dan lainnya. Dalam kehidupan mesti dipelihara interaksi intensif (silaturahim yang terjaga) ditengah masyarakat. Semua pengupayaan ini akan menjadi kekuatan untuk mengantisipasi berkembangnya maksiat.
Masalah besar hari ini adalah gaya hidup mulai mengarah kepada pengagungan materi  (materialistik) dan suka menghindari supremasi agama. Beban sosial ini makin berat karena keinginan mengejar kesenangan indera atau ittiba’ hawahu dalam hanya mencari kenikmatan badani (hedonistik). Akibatnya terjadiulah penyimpangan dari budaya luhur (ABS-SBK) dan dampak lebih jauh adalah interaksi kebudayaan mulai vulgar mengarah kepada Kriminalitas, Sadisme, Krisis moral. Dunia pendidikan kita juga digoncangkan oleh fenomena vandalistik dengan marak terjadi tawuran  pelajar, kebiasaan a-susila, kecabulan, pornografi, pornoaksi makin meluas dan asyik menyelami black-magic, percaya mistik, hipnotisme, kecanduan madat dan narkoba.
 
Mengatasi semuanya hanyalah mungkin dengan mengambil Keutamaan Ajaran Agama membangun masyarakat kuat saling bekerjasama, mempunyai sikap kasih mengasihi dengan ukhuwwah yakni kesaudaraan dan mahabbah kasih sayang sesama karena mencintai Allah Maha Kuasa serta bersikap ta’awun saling bantu membantu dalam kebaikan dan kemashlahatan ummah. Pelecehan Nilai nilai luhur kehidupan selalu terjadi, ketika agama tidak di amalkan secara benar dan ujungnya kekuatan ummat menjadi lemah.  Peran manusia diciptakan adalah untuk mengabdi dengan berbuat kebajikan kebajikan. Keberadaan manusia di permukaan bumi adalah untuk mengabdi kepada keutamaan perintah Allah saja.
Ibadah adalah mematuhi Allah dengan cara tazkiyah nafs  melalui peningkatan ilmu dan zikrullah. Kemudian dengan tazkiyah maliyah melalui kebahagiaan dalam memberi shadaqah, infaq dan zakat. Dilanjutkan dengan tazkiyah amaliah berupa niyat lillahi ta’ala. Peringatan agama menyebutkan, “Dunia itu manis dan hijau. Siapa yang berusaha memperoleh harta di dunia di jalan yang halal dan membelanjakannya menurut patutnya, niscaya orang itu diberi pahala oleh Allah dan dimasukkan ke dalam surga-Nya. Siapa yang mengusahakan harta di dunia tidak di jalan yang halal dan dinafkahkannya tiada menurut patutnya, niscaya Allah akan menempatkan orang itu di kampung kehinaan. Tidak sedikit orang yang menyelewengkan harta Allah dan Rasul-Nya memperoleh neraka di hari kiamat.”  (HR. Baihaqy dari Ibn Umar).
Memahami dan membangun kehidupan dunia yang penuh arti mesti dilakukan dengan kesadaran tinggi baik secara perorangan maupun lembaga masyarakat serta badan pemerintahan. Tidak dapat diabaikan bahkan menjadi kewajiban semua pihak membentuk Generasi berbudi  luhur – akhlakul karimah -- dan beriman taqwa kepada Allah. Tugas utama adalah mencetak generasi unggul yang memiliki keperibadian ; Salimul Aqidah (Aqidahnya bersih), Shahihul Ibadah (Ibadahnya benar), Matinul Khuluq (akhlaqnya kokoh), Qowiyyul Jismi (fisiknya kuat), Mutsaqqoful Fikri (intelektual dalam berfikir), Mujahadatul Linafsihi (punya semangat juang dalam melawan hawa nafsu). Untuk meraih itu semua maka pembentukan akhlak umat tak boleh diabaikan sesuai kaidah ushul “ sesuatu perkara yang menyebabkan sesuatu kewajiban tidak akan dapat disempurnakan kecuali dengannya maka perkara tersebut adalah wajib juga hukumnya.” 
Pencemaran jiwa terjadi disebabkan oleh dorongan keinginan hendak memenuhi kehendak nafsu semata. Maka menjaga kesuburan Nafs  dengan Ibadah teratu dan amalan baik sepanjang masa serta zikrullah setiap waktu akan menentramkan jiwa. Sabda Rasulullah “ Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal mudhghah (benda darah), jika ia sehat  maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia fasad maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati .. “  Menjaga Hati senantiasa bersih (yaqazah) dengan menjauhi maksiat serta senantiasa bertaubat menghapus kesalahan dari perilaku maksiat dengan memelihara kethaatan membentuk jiwa jauhari bijak berhikmah dan sadar berkesaudaraan. 
Kehidupan di Dunia sebagai tempat beramal mesti diisi dengan kebaikan kebaikan dan mengerjakan yang diperintah serta menghindari apapun yang dilarang. Kekayaan sesungguhnya ada pada kepatuhan. Sabda Rasul mengingatkan, “Tunaikanlah apa yang diwajibkan Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling banyak ibadat. Jauhilah apa yang dilarang Allah kepada kamu mengerjakannya, niscaya kamu menjadi orang yang paling cermat. Relalah menerima apa yang dibagikan Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling kaya.” (HR.Ibnu ‘Adi dari Ibnu Mas’ud). Peringatan Nabi ini menganjurkan untuk selalu Ikhlas dan setia dalam pembimbingan zikrullah. “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: Aku bersama (menolong) hamba-Ku, selama dia menyebut (mengingat) Aku dan masih bergerak bibirnya menyebut nama-Ku.”  (HR. Ahmad dari Abu Hurairah).
Semoga kita semua mampu menjaga hati dan mengendalikan tindakan. Amin.


Minggu, 13 Februari 2011

MENGISI WAKTU DENGAN BEKAL TAQWA

OLEH ; H. MAS’OED ABIDIN

الحَمْدُ ِللهِ غَافِرِ الذَّنـْبِ وَ قَابِلِ التَّوْبِ شَدِيْدِ العِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِلَيْهِ اْلمَصِيْرُ. وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، يُسَبِّحُ لَهُ مَا فيِ السَّموَاتِ وَ مَا فيِ الأَرْضِ، لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الحَمْدُ، وَ هُوَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، البَشِيْرُ النَّذِيْرُ، وَ السِّرَاجُ المُنِيْرُ، صَلَوَاتُ اللهِ وَ سَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَ عَلىَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِهِ وَ عَزَّرُوْهُ وَ نَصَرُوْهُ وَ اتـَّبَعُوْا النُّوْرَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ اْلمُفْلِحُوْنَ. وَ رَضِيَ اللهُ عَمَّنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ وَ اهْتَدَى بِسُنَّتِهِ، وِ جَاهَدَ جِهَادَهُ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ،
أَمَّا بَعْدُ.


" … mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu."
(Q.S. Al-Baqarah: 28-29)



Di antara ke-Maha-Kuasa-an Allah SWT, adalah Dia menciptakan manusia dalam keadaan berbeda-beda, baik dalam bentuk, dengan sifat yang berbeda pula. Rasa malu adalah salah satu sifat yang dimiliki oleh manusia, dan sekaligus merupakan salah satu sifat yang membedakan manusia dengan binatang.

Kadar rasa malu pada tiap-tiap orang berbeda-beda pula. Islam sangat mengakui keberagaman setiap orang khususnya tentang sifat malu. Dan malu adalah bagian dari iman. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits: Ibnu Umar r.a berkata, bahwa Nabi SAW melewati dan melihat seorang laki-laki dari kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Biarkanlah dia. Karena sesungguhnya malu itu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari)

Malu yang dimaksud dalam hadits ini adalah malu untuk mengerjakan kesalahan, karena mengetahui bahwa Allah SWT pasti melihat setiap perbuatannya, sesuai firman Allah dalam Al Qur’an:

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى
“ Tidakkah ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya. ” (QS. Al ‘Alaq: 14)



Dan Rasulullah SAW telah menasehatkan umat sejak empat belas abad yang lalu, agar memiliki rasa malu yang hakiki. Seperti sabda beliau pada suatu hari kepada para sahabat : “ Malulah kamu sekalian di hadapan Allah dengan malu yang sebenar-benarnya”. Mereka berkata, “Tapi kami sudah merasa malu, wahai Nabiyullah, dan segala puji bagi Allah”. Beliau bersabda, “itu bukalah malu yang sebenarnya. Orang yang ingin malu dengan sebenar-benarnya di hadapan Allah SWT, hendaklah menjaga pikiran dan bisikan hatinya, hendaklah menjaga perutnya dan apa yang dimakannya, hendaklah mengingat mati dan fitnah kubur. Orang yang menghendaki akhirat hendaklah meninggalkan perhiasan-perhiasan kehidupan duniawi. Orang yang melakukan semua ini, berarti ia memiliki rasa malu yang sebenarnya di hadapan Allah.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)

Malu secara hakiki adalah “Sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan”. Hakikat malu adalah rasa takut untuk melakukan kejelekan."

Ibnu Hajar Al Qasthalany dalam kitabnya Fathu Al Bary mengemukakan bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan haram adalah wajib. Perasaan malu seperti itulah yang merupakan salah satu cabang dari iman. Demikian pula sikap malu untuk mencegah kemungkaran. Karena Allah SWT tidak pernah malu menerangkan kebenaran, sebagaimana firman-Nya:

وَاللَّهُ لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ
“… Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar...”(QS. Al Ahzab: 53)

Rasa malu yang benar selalu mendatangkan kebaikan. Imran bin Husain r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Malu itu tidak akan menimbulkan sesuatu, kecuali kebaikan semata.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Islam sangat mencela sikap orang yang tidak memiliki rasa malu terhadap Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya :

وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ
“ …Dan kamu takut (malu) kepada mannusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti (malui).” (QS. Al Ahzab : 37)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Malu itu termasuk bagian dari keimanan, dan keimanan itu berada di dalam sorga. Sedangkan sikap tidak tahu malu adalah termasuk perbuatan yang tidak baik, itu berada di dalam neraka.” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)

Jika manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak berbeda lagi dengan binatang. Sebagaimana yang telah dikutip oleh Al Faqih Ibnu Laits As Samarqandi dalam nasehatnya kepada putranya. « Hai putraku, jika nafsu syahwatmu mengajak berbuat dosa, pandanglah ke atas, hendaklah engkau malu kepada masyarakat langit yang mengawasimu, jika tidak mau begitu, maka tundukkan lah matamu ke bumi dan hendak lah engkau malu kepada penghuni bumi ini, jika dengan demikian engkau masih belum dapat melakukannya, maka anggaplah engkau sendiri sebangsa hewan yang tidak berakal. »

Menurut akidah Islam, hidup yang kita jalani ini bukan hidup yang paripurna. Kita masih akan memasuki sesi berikut. « Hidup sesudah mati ». Sebuah kehidupan yang kekal abadi ada di akhirat kelak.


Kita semua yakin bahwa mati itu pasti akan tiba. Cepat atau lambat. Tidak membedakan status sosial, ekonomi ataupun usia. Orang kaya yang juga didatangi malaikat Izrail. Tidak sedikit yang muda belia tiba-tiba meninggal. Kematian berlaku untuk segala umur dan semua lapisan. Maut tiba tanpa memberi tahu.
Firman Allah SWT:
… di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu …, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh …, dan jika mereka memperoleh kebaikan [Kemenangan dalam peperangan atau rezki.], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah"… (Q.S An-Nisa’:78)

Sebagai kaum muslimin tidak seharusnya takut akan kematian. Kematian adalah awal dari sebuah kebahagiaan yang dijanjikan Allah, buat mereka yang beriman dan melakukan kebajikan dalam hidupnya.

Mari kita perhatikan tuntunan Rasulullah SAW ini:
“Pergunakanlah lima masa sebelum datang lima masa ; 1. pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu, 2. pergunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu, 3. pergunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu, 4. pergunakanlah masa kayamu, sebelum datang masa kefakiranmu dan 5. pergunakanlah masa hidupmu sebelum datang saat kematianmu”. (HR. Al Baihaqi).

Marilah kita memulai hidup kita dengan langkah yang baru, dengan tidak membuang-buang waktu dan usia. Waktu amat berharga. Mesti digunakan untuk yang bermanfaat.

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah termulia.
Dia perlu menjaga dan menghargai umur dengan bertaqwa.
Agar kemuliaan tetap bertahan menjadi hak manusia.
Kita patut bersyukur kepada Allah yang memberi umur hingga saat ini.
Namun, ingatlah bahwa, “Umurku berkurang setiap hari.. .Sedang dosa terus bertambah... Bagaimana mungkin aku bisa memikulnya…”.
Akal sehat memandu kita agar sisa umur tak sia-sia.
Semoga Allah meridhai kita ..
Amin.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ المُؤْمِنَاتِ وَ المُسْلِمِيْنَ وَ اْلمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ اْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيـْـمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فيِ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.

اللَّهُمَّ اصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَ اصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتيِ فِيْهَا مَعَاشِنَا، وَ اصْلِحْ لَنَا آخِرَتِنَا الَّتيِ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَ اجْعَلِ اْلحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فيِ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ المَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ سَرٍ،

اللَّهُمَّ اجْعَلْ يَوْمَنَا خَيْرًا ِمنْ أَمْسِنَا، وَ اجْعَلْ غَدَنَا خَيْرًا ِمْن يَوْمِنَا، وَ احْسِنْ عَاقِبَتَنَا فيِ الأُمُوْرِ
كُلِّهَا، وَ أَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَ عَذَابِ الآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ وَ تبُ ْعَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ. وَ اْلحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.