Selasa, 27 Mei 2008

Buhul Masyarakat

Kebersamaan ciri pertanda Masyarakat Madani

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Kehidupan bermasyarakat di Sumatera Barat sudah lama direkat oleh kentalnya hubungan kebersamaan (ta’awun) di dalam tataran budaya berat sepikul ringan sejinjing

sebagai perwujudan nyata nilai-nilai Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Tataran budaya sedemikian telah terbukti dalam masa sangat panjang mampu memberikan dorongan-dorongan beralasan (motivasi) bagi semua gerak perubahan (reformasi) dari satu generasi ke generasi berikut di Ranah Bundo ini.

Telah pula terbukti menjadi modal sangat besar untuk meraih kemajuan di berbagai bidang pembangunan di daerah dan nagari, di dusun dan taratak. Serta memberikan sumbangan yang tidak kecil dalam mewujudkan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.

Kehidupan masyarakat Sumatera Barat kedepan di Alaf Baru ini, mesti di pacu dengan ajakan agar selalu menanam kebaikan-kebaikan yang makruf. Mesti pula dipagar rapat-rapat dengan pencegahan dari hal-hal yang merusak dan mungkarat.,



Di dalamnya ditanamkan upaya berguna yang dapat menumbuhkan harga diri dengan sikap mental mau berusaha sendiri, giat bekerja (enterprising).

Yang dituju adalah masyarakat baru Sumatera Barat yang dapat menolong diri sendiri (independent) serta mampu mereposisi kondisinya dalam mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan diberbagai bidang.

Insya Allah masyarakat kita di Sumatera Barat akan mendapatkan hak asasinya yang setara dengan kewajiban asasi yang telah ditunaikan.

Sesungguhnya bimbingan aqidah kita bersendikan Kitabullah telah mengajarkan bahwa tidak pantas bagi satu masyarakat yang hanya selalu menuntut hak tanpa dibebani keharusan menunaikan kewajiban.


Martabat satu kaum akan hilang bila yang ada hanya memiliki kewajiban-kewajiban tetapi tidak dapat menentukankan hak apa-apa. Karena itu, hak asasi manusia tidak akan pernah ujud tanpa didahului oleh kewajiban asasi manusia. Hal ini sangatlah penting ditanamkan kembali dalam upaya mambangkik batang tarandam.

Kandungan Kitabullah mewajibkan kita untuk memelihara hubungan yang langgeng dan akrab dengan karib dan daerah tetangga, sebagai kewajiban iman dan taqwa kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, sesuai Firman-Nya,

“ Sembahlah Allah, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak. Berhubungan baiklah kepada karib kerabat. Berbuat ihsan kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, dan tetangga yang hampir, tetangga yang jauh, dan teman sejawat serta terhadap orang-orang yang keputusan belanja diperjalanan (yaitu orang-orang yang berjalan dijalan Allah) dan terhadap pembantu-pembantu di rumah tanggamu. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS.4, An-Nisak ayat 36).

Menumbuhkan harga diri, dan memperbaiki nasib secara keseluruhan dalam berbagai bidang, diyakini akan terwujud melalui ikhtiar yang terus menerus, sustainable disertai akhlak sabar tanpa kesombongan serta mampu melawan sikap mudah menyerah dan tidak mudah berputus asa.


Sikap jiwa masyarakat seperti inilah yang sangat dituntut mengedepan dalam menyambut Otonomi Daerah di Sumatera Barat pada awal abad ini. ***

Kamis, 22 Mei 2008

Buya Masoed Abidin bin Zainal Abidin Abdul Jabbar: Implementasi ABS-SBK Dalam Pemerintahan Nagari

Buya Masoed Abidin bin Zainal Abidin Abdul Jabbar: Implementasi ABS-SBK Dalam Pemerintahan Nagari

Implementasi ABS-SBK Dalam Pemerintahan Nagari

Implementasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
Bagi Masyarakat Nagari Dewasa Ini


Peranan ‘Musyawarat’ - asas demokrasi -, Sebagai Dasar Mengembangkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah


Oleh : H. Mas’oed Abidin
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sumatera Barat


Pengantar
Kehidupan bermasyarakat di Sumatera Barat sudah lama direkat oleh kentalnya hubungan kebersamaan (ta’awun) di dalam tataran budaya berat sepikul ringan sejinjing sebagai perwujudan nyata nilai-nilai Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Tataran budaya sedemikian telah terbukti dalam masa sangat panjang mampu memberikan dorongan-dorongan beralasan (motivasi) bagi semua gerak perubahan (reformasi) dari satu generasi ke generasi berikut di Ranah Bundo ini.
Telah pula terbukti menjadi modal sangat besar untuk meraih kemajuan di berbagai bidang pembangunan di daerah dan nagari, di dusun dan taratak. Serta memberikan sumbangan yang tidak kecil dalam mewujudkan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.



Kehidupan masyarakat Sumatera Barat kedepan di Alaf Baru ini, mesti di pacu dengan ajakan agar selalu menanam kebaikan-kebaikan yang makruf.
Mesti dipagar rapat-rapat dengan pencegahan dari hal-hal yang merusak dan mungkara., Di dalamnya ditanamkan upaya berguna yang dapat menumbuhkan harga diri dengan sikap mental mau berusaha sendiri, giat bekerja (enterprising).

Yang dituju adalah masyarakat baru Sumatera Barat yang dapat menolong diri sendiri (independent) serta mampu mereposisi kondisinya dalam mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan di berbagai bidang.

Insya Allah masyarakat kita di Sumatera Barat akan mendapatkan hak asasinya yang setara dengan kewajiban asasi yang telah ditunaikan. Sesungguhnya bimbingan aqidah kita bersendikan Kitabullah telah mengajarkan bahwa tidak pantas bagi satu masyarakat yang hanya selalu menuntut hak tanpa dibebani keharusan menunaikan kewajiban.

Martabat satu kaum akan hilang bila yang ada hanya memiliki kewajiban-kewajiban tetapi tidak dapat menentukankan hak apa-apa.
Karena itu, hak asasi manusia tidak akan pernah ujud tanpa didahului oleh kewajiban asasi manusia.
Hal ini sangatlah penting ditanamkan kembali dalam upaya mambangkik batang tarandam.

Kandungan Kitabullah mewajibkan kita untuk memelihara hubungan yang langgeng dan akrab dengan karib dan daerah tetangga, sebagai kewajiban iman dan taqwa kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, sesuai Firman-Nya,
“ Sembahlah Allah, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak. Berhubungan baiklah kepada karib kerabat. Berbuat ihsan kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, dan tetangga yang hampir, tetangga yang jauh, dan teman sejawat serta terhadap orang-orang yang keputusan belanja diperjalanan (yaitu orang-orang yang berjalan dijalan Allah) dan terhadap pembantu-pembantu di rumah tanggamu. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS.4, An-Nisak ayat 36).

Menumbuhkan harga diri, dan memperbaiki nasib secara keseluruhan dalam berbagai bidang, diyakini akan terwujud melalui ikhtiar yang terus menerus, sustainable disertai akhlak sabar tanpa kesombongan serta mampu melawan sikap mudah menyerah dan tidak mudah berputus asa.
Sikap jiwa masyarakat seperti inilah yang sangat dituntut mengedepan dalam menyambut Otonomi Daerah di Sumatera Barat pada awal abad ini.


PERUBAHAN DALAM KEHIDUPAN BERADAT TENGAH MERAMBAH MINANGKABAU.
Adat ndak dipacik arek, agamo ndak dipagang taguah.
Fakta menunjukkan bahwa adat tidak berdampak banyak terhadap generasi muda. Kendala ; buku susah dicari, tempat bertanya tidak ada, banyak ninik mamak yang tidak mengerti adat, dan generasi muda di Nagari mulai kebingungan.

Solusinya “giatkan kembali ke surau” menjadi pusat pendidikan anak nagari dan pembinaan karakter generasi Minang menghadapi perubahan ;

a. Terjadi krisis identitas pada generasi muda Minagkabau akibat terjadi perubahan dalam nilai – nilai adat Minangkabau tersebut.
b. Adat tidak memberi pengaruh yang terlalu banyak terhadap generasi muda Minangkabau.
c. Generasi tua tidak lagi memberikan suri teladan lagi kepada generasi muda sehingga menimbulkan sikap apatis generasi muda terhadap adat Minangkabau sendiri.

Solusi yang ditawarkan adalah kembali ke surau dengan cara membuat suatu pendidikan informal.


SURAU ADALAH SUATU INSTITUSI YANG KHAS
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU.

Fungsinya bukan sekedar tempat sholat.


Juga sebagai tempat pendidikan dan tempat mendapat pengajaran bagi anak muda. Banyak tokoh-tokoh besar tanah air dan tokoh Nagari di Minangkabau lahir dari surau. Pengelolaan surau sekarang bisa dihidupkan kembali.

Esensi dan semangatnya lewat menggerakkan kebersamaan anak Nagari, yang telah lama hidup berpuak bersuku, dan menghormati perbedaan (multi cultural) itu.
Firman Allah menyatakan,
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal …”, (QS.49, al Hujurat : 13).

Nabi Muhammad SAW memesankan bahwa “Perbedaan ditengah-tengah umatku adalah rahmat” (Al Hadist). Dan sebuah lagi, “innaz-zaman qad istadara”, bahwa sesungguhnya zaman berubah masa berganti (Al Hadist).

Petatah petitih (kata hikmah) di Minangkabau mengungkapkan “Pawang biduak nak rang Tiku, Pandai mandayuang manalungkuik, Basilang kayu dalam tungku, Disinan api mangko hiduik”.

Kembali ke Nagari semestinya lebih dititik beratkan kepada kembali banagari.
Perubahan cepat yang sedang terjadi, apakah karena sebab derasnya gelombang arus globalisasi, atau penetrasi budaya luar (asing) telah membawa akibat bahwa perilaku masyarakat, praktek pemerintahan, pengelolaan wilayah dan asset, serta perkembangan norma dan adat istiadat di banyak nagari di Sumatera Barat mulai tertinggalkan.

Perubahan perilaku tersebut tampak dari lebih mengedepannya perebutan prestise yang berbalut materialistis dan individualis.

Perilaku yang kerap tersua adalah kepentingan bersama dan masyarakat sering diabaikan, ujungnya idealisme kebudayaan Minangkabau menjadi sasaran cercaan. Indikasinya terlihat sangat pada setiap upaya pencapaian hasil kebersamaan (kolektif dan bermasyarakat) menjadi kurang diacuhkan dibanding pencapaian hasil perorangan (individual).

Upaya mengantisipasinya, dapat dilakukan dalam menyiapkan Nagari berprestasi, dimulai dengan program kembali ke surau, dengan cara ;
1. memberikan pendidikan dan pelatihan adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah terutama kepada generasi muda di Nagari.
2. memberikan penyegaran pada tokoh-tokoh masyarakat melalui pelatihan dan workshop tentang adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah.
3. mengevaluasi struktur kelembagaan dalam Nagari

Pada beberapa Nagari yang sudah berdaya, dirasakan perlu adanya dewan pendidikan nagari yang dilengkapi dengan sarana-sarana untuk memajukan anak Nagari diataranya, ada perpustakaan Nagari, sebagai bagian dari menghidupkan kembali banagari dan basurau melalui menghidupkan semangat menggalakkan kembali pendidikan dan pengajaran bagi anak muda.

Pendidikan dapat dilaksanakan di berbagai tempat di lingkungan ba-korong ba-kampuang, ba-jorong atau ba-kaum.

Karena itu, kegiatan surau dikelola oleh alim ulama dan cerdik pandai yang disebut suluah bendang di dalam Nagari.

Alim Ulama di Nagari adalah bagian seutuhnya dari tali tigo sapilin, di tingkat Nagari itu.

Adanya Majelis Ulama Nagari sebagai suluah bendang adalah benteng agama di Nagari.
Pertanyaannya adalah, apakah alim ulama suluah bendang di Nagari telah menjadi bagian dari Majelis Ulama Nagari, dan apakah Majelis Ulama Nagari itu berinduk ke MUI sebagai satu organisasi yang berjenjang sampai ke tingkat provinsi ataupun pusat? Karena, MUI adalah wadah musyawarah dari ulama dan cendekiawan muslim yang berhimpun dalam ormas-ormas Islam.


NAGARI SEBAGAI REPUBLIK-REPUBLIK KECIL.
Nagari-nagari di Minangkabau telah memenuhi unsur-unsur suatu negara.
Unsur-unsur Nagari adalah suku (masyarakat/rakyat), wilayah, dan penghulu (pemerintahan), serta kedaulatan (adaik salingka nagari).



Walaupun, struktur Nagari yang sebenarnya itu, sudah tidak ditemukan lagi saat ini, namun Pemerintahan Nagari, harus berupaya untuk membangun kembali struktur Nagari ini.
Menghidupkan suasana berpemerintahan Nagari yang di ikat dalam satu PERDA tentang Pemerintahan Nagari mesti ditindak-lanjuti dengan ;

a. Membangun kembali masyarakat adat Minangkabau, dengan cara meminta pemerintah Nagari mengeluarkan peraturan bagi tiap suku untuk melengkapi kembali perangkat-perangkatnya.

b. Dipilih menjadi Wali Nagari adalah yang memiliki kekuasaan sebagai penghulu adat di Nagari tersebut, dengan kualifikasi keilmuan, kejujuran, kesetiaan kepada negara, serta keahlian dalam pemerintahan.

c. Melahirkan peraturan Nagari, bahwa ada kewajiban bagi para perantau satu Nagari untuk membantu mengembangkan kampung halamannya melalui sumbangan, bantuan, pemikiran dan lainnya, termasuk dalam penguatan perangkat pemerintahan Nagari.


Perlu dipahami, bahwa sesungguhnya nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) seakan sebuah republik kecil, ada wilayah (ulayat/pusako), ada rakyat (suku), ada pemerintahan (sako, penghulu), ada kedaulatan (adaik salingka nagari), yang memiliki sistim demokrasi murni, pemerintahan sendiri, asset sendiri, wilayah sendiri, perangkat masyarakat sendiri, sumber penghasilan sendiri, bahkan hukum dan norma-norma adat sendiri.


FILOSOFI HIDUP NAGARI-NAGARI DI MINANGKABAU
BERSUMBER DARI ALAM.

Alam takambang jadi guru dan diberi ruh oleh Islam.
Konsep ABS-SBK adalah kristalisasi ajaran hukum alam yang bersumber dari Islam.



Yang diperlukan sekarang adalah pemantapan dan pengamalan.
Maka, prinsip-prinsip ABS-SBK harus masuk ke dalam seluruh kehidupan secara komprehensif.

Dengan perpaduan yang baik, kebudayaan Minangkabau akan berlaku universal.
Langkah sekarang adalah, menjabarkan ajaran ABS-SBK, secara sistematis dan terprogram ke dalam berbagai sistem kehidupan.

Dimulai dalam pelaksanaan pemerintahan di tingkat Nagari, seperti, kebersamaan, gotong royong, sahino samalu, kekerabatan, dan penghormatan sesama, atau barek sapikue ringan sajinijing, yang menjadi kekuatan di dalam incorporated social responsibility.

Kekusutan dalam masyarakat Minangkabau, khususnya di tingkat Nagari-nagari dapat diatasi dengan komunikasi dengan generasi muda.

Persoalan prilaku harus mendapatkan porsi yang besar, selain persoalan kelembagaan. Prilaku orang Minang terutama generasi muda sangat mengkhawatirkan.
Selain lemahnya komunikasi, masalah yang muncul di Nagari adalah rapuhnya solidaritas.

Diperlukan sosialisasi nilai-nilai budaya Minangkabau.
Selanjutnya, membentuk kembali struktur masyarakat adat di Nagari-nagari.
Sebagai masyarakat beradat dengan pegangan adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan Kitabullah, maka kaedah-kaedah adat itu memberikan pula pelajaran-pelajaran antara lain,

a) Mengutamakan prinsip hidup seimbang.
Ketahuilah bahwa ni’mat Allah, sangat banyak.
“Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha Penyayang” (QS.16, An Nahl : 18).

Hukum Islam menghendaki keseimbangan antara perkembangan hidup rohani dan perkembangan jasmani ; "Sesungguhnya jiwamu (rohani-mu) berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu (jasmanimu) pun berhak atasmu supaya kamu pelihara" (Hadist).

Keseimbangan tampak jelas dalam menjaga kemakmuran di ranah ini,
“Rumah gadang gajah maharam, Lumbuang baririk di halaman, Rangkiang tujuah sajaja, Sabuah si bayau-bayau, Panenggang anak dagang lalu, Sabuah si Tinjau lauik, Birawati lumbuang nan banyak, Makanan anak kamanakan. Manjilih ditapi aie, Mardeso di paruik kanyang.

"Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya" (Hadist).

b) Kesadaran kepada luasnya bumi Allah.
Dianjurkan, jangan tetap tinggal terkurung dalam lingkungan yang kecil. Diajarkan, bahwa Allah SWT telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan.
Maka, berjalanlah di atas permukaan bumi, makanlah dari rezekiNya, kepadaNya lah tempat kamu kembali.
"Maka berpencarlah kamu di atas bumi, dan carilah karunia Allah dan (di samping itu) banyaklah ingat akan Allah, supaya kamu mencapai kejayaan". (QS.62, Al Jumu'ah : 10).

Karatau madang dihulu babuah babungo balun. Marantau buyuang dahulu dirumah paguno balun.
Ditanamkan pentingnya kehati-hatian
“Ingek sa-balun kanai, Kulimek sa-balun abih, Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-agak nan ka-tingga”.

c) Mencari nafkah dengan "usaha sendiri".

Memiliki jati diri, self help, mandiri dengan modal tulang delapan kerat, dengan cara yang amat sederhana sekalipun, "lebih terhormat", daripada meminta-minta dan menjadi beban orang lain ; "Kamu ambil seutas tali, dan dengan itu kamu pergi kehutan belukar mencari kayu bakar untuk dijual pencukupan nafkah bagi keluargamu, itu adalah lebih baik bagimu dari pada berkeliling meminta-minta". (Hadist).

Membiarkan diri hidup dalam kemiskinan dengan tidak berusaha adalah salah. "Kefakiran (kemiskinan) membawa orang kepada kekufuran (keingkaran)" (Hadist).

d) Tawakkal dan bekerja dengan tidak boros.
Kerja merupakan unsur utama produksi untuk memenuhi hak hidup, hak keluarga, dan masyarakat guna mendorong fungsi produksi dalam mengoptimalkan sumberdaya insani yang mengacu full employment.




Syarak (agama Islam) menghargai kerja sebelum menghargai produknya, sehingga aktivitas produksi yang padat karya lebih disenangi daripada padat modal, karena model ini lebih memberdayakan produsen.

Menjadi pengemis sangat dibenci.
Mencari dan berproduksi selalu diiringkan dengan tawakal.
Tawakkal bukan berarti "hanya menyerahkan nasib" kepada Tuhan, dengan tidak berbuat apa-apa. Menjadikan diri menunggu datangnya rezki dan takdir, tanpa mau berusaha, atau bersikap fatalis, adalah satu kesalahan besar.
Jangan kamu menadahkan tangan dan berharap, "Wahai Tuhanku, berilah aku rezeki, berilah aku rezeki", sedang kamu tidak berikhtiar apa-apa. Langit tidak menurunkan hujan emas ataupun perak.

Dan, "Bertawakkallah kamu, seperti burung itu bertawakkal". Tak ada kebun tempat ia bertanam, tak ada pasar tempat ia berdagang. Tetapi tak kurang, setiap pagi dia terbang meninggalkan sarangnya dalam keadaan lapar, dan setiap sore dia kembali dalam keadaan "kenyang".

e) Kesadaran kepada ruang dan waktu,
Dorongan berproduksi dan menghasilkan sesuai syarak (Islam) memiliki nilai tambah dengan adanya fungsi sosial. Produksi yang Islami lebih mempertimbangkan keperluan (needs) orang banyak, dibanding dengan mendapatkan keinginan (wants), yang menjadi kesenangan bagi orang berdaya beli kuat.

Agama Islam membangkitkan kesadaran kepada ruang dan waktu (space and time consciousness), kepada peredaran bumi, bulan dan matahari, yang menyebabkan pertukaran malam dan siang, dan pertukaran musim, yang memudahkan perhitungan bulan dan tahun.

Menyia-nyiakan waktu, dengan pasti akan merugi.
Maka, kehidupan mesti diisi dengan amal berguna.
” dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan ” (QS.78, An Naba' : 10-11).

Malam itu disebut sebagai pakaian, karena malam itu gelap menutupi jagat sebagai aian menutupi tubuh manusia.

f) Harus pandai mengendalikan diri.
Jangan melewati batas, dan berlebihan. Jangan boros.
"Wahai Bani Adam, ailah perhiasanmu, pada tiap-tiap (kamu pergi) ke masjid (melakukan ibadah); dan makanlah dan minumlah, dan jangan melampaui batas; sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas". (QS..7, Al A'raf : 31)

Kalau disimpulkan, alam di tengah-tengah mana manusia berada, tidak diciptakan dengan sia-sia.
Di dalamnya terkandung faedah-faedah kekuatan, dan khasiat-khasiat yang diperlukan manusia untuk memperkembang dan mempertinggi mutu hidup jasmaninya.

Manusia diharuskan berusaha membanting tulang dan memeras otak, untuk mengambil sebanyak-banyak faedah dari alam sekelilingnya, dan menikmatinya sambil mensyukurinya.

Tuntutan syar’i (syarak mangato adaik mamakai) adalah, beribadah kepada Ilahi.
Manusia harus menjaga diri dari perbuatan yang melanggar batas-batas kepatutan dan kepantasan, agar jangan terbawa hanyut oleh materi dan hawa nafsu yang merusak. Semua ini adalah suatu bentuk persembahan manusia kepada Maha Pencipta, yang menghendaki keseimbangan antara kemajuan di bidang rohani dan jasmani.

Sikap hidup (attitude towards life) yang demikian, menjadi sumber motivasi bagi kegiatan di bidang ekonomi. Tujuan terutama untuk keperluan-keperluan jasmani (material needs).
Hasil nyata tergantung kepada dalam dangkalnya sikap hidup tersebut berurat dalam jiwa, serta tingkat kecerdasan yang dicapai, dan keadaan umum di mana mereka berada.
Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan berlebihan.

“Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih – putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah”.

Artinya bekerja sepenuh hati, dengan mengerahkan semua potensi yang ada. Bila mengerjakan sesuatu tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-engganan. Tidak berhenti sebelum sampai, dan tidak berakhir sebelum benar-benar sudah.

Nagari tumbuh dengan konsep tata ruang yang jelas.
Ba-balerong (balai adat) tempat musyawarah, ba-surau (musajik) tempat beribadah, ba-gelanggang lapangan tempat rang mudo bermain, ba-tapian tempat mandi, ba-pandam pekuburan, ba-sawah bapamatang, ba-ladang babintalak, ba-korong bakampung, sesuai dengan istilah-istilah yang lazim dan mungkin berbeda penyebutannya pada setiap nagari.

Konsep tata-ruang ini adalah salah satu asset yang sangat berharga dalam nagari dan menjadi idealisme nilai budaya di Minangkabau.

Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu, Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah, Nan munggu pandam pakuburan, Nan gauang katabek ikan, Nan padang kubangan kabau, Nan rawang ranangan itiak.

Tata ruang dalam masyarakat yang jelas itu memberikan posisi kepada peran pengatur, pemelihara dan pendukung sistim banagari.

Pemeran itu telah disepakati terdiri dari orang ampek jinih, yakni ninik mamak , alim ulama , cerdik pandai , urang mudo , bundo kanduang .

Dengan demikian, terlihat bahwa nagari di Minangkabau tidak hanya sebatas pengertian ulayat hukum adat namun yang lebih mengedepan dan paling utama adalah wilayah kesepakatan antar berbagai komponen masyarakat didalam nagari itu. Spiritnya adalah

a. kebersamaan (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi), ditemukan dalam pepatah “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai kaduo nyo, Panjang jo singkek pa uleh kan, mako nyo sampai nan di cito.”

b. keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang) atau “Adat hiduik tolong manolong, Adat mati janguak man janguak, Adat isi bari mam-bari, Adat tidak salang ma-nyalang”. Basalang tenggang, artinya saling meringankan dengan kesediaan memberikan pinjaman atau dukungan terhadap kehidupan dan “Karajo baiak ba-imbau-an, Karajo buruak bahambau-an”.

c. musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat), dalam kerangka “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak, Barubah ba-sapo”

d. keimanan kepada Allah SWT sebagai pengikat spirit tersebut dengan menjiwai sunnatullah dalam setiap gerak melalui pengenalan kepada alam keliling.
“Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru ”.

e. kecintaan ke nagari adalah perekat yang sudah dibentuk oleh perjalanan waktu dan pengalaman sejarah .

Menjaga dari pada melewati batas-batas yang patut dan pantas, jangan terbawa hanyut materi dan hawa nafsu yang merusak. Suatu bentuk persembahan manusia kepada Maha Pencipta, menghendaki keseimbangan antara kemajuan dibidang rohani dan jasmani. “Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari aso, Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tango”.


HUBUNGAN KERABAT DI MINANGKABAU BERLANGSUNG HARMONIS DAN TERJAGA BAIK.

Hal tersebut terjadi karena perasaan kekeluargaan dan perasaan malu kalau tidak membina hubungan dengan keluarganya dengan baik.
Seseorang akan dihargai oleh sukunya atau keluarganya apabila ia berhasil menyatu dengan kaumnya dan tidak membuat malu kaummya.



Hubungan kekerabatan masyarakat Minangkabau yang kompleks senantiasa dijaga dengan baik oleh ninik mamak dan penghulu di Nagari.
Seseorang akan dianggap ada apabila ia berhasil menjadi sosok yang diperlukan di kaumnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kelompoknya.

Nilai-nilai ideal dalam kehidupan yang mesti dihidupkan terus dalam menata kehidupan bernagari, antara lain adalah,
1) rasa memiliki bersama,
2) kesadaran terhadap hak milik,
3) kesadaran terhadap suatu ikatan,
4) kesediaan untuk pengabdian,
5) dampak positif dari satu ikatan perkawinan, seperti mengurangi sifat-sifat buruk turunan serta mempererat mata rantai antar kaum.

Pembangunan Nagari-nagari harus memakai pola keseimbangan dan pemerataan. Peningkatan usaha ekonomi masyarakat Nagari dipacu dengan mengkaji potensi Nagari. Pemberdayaan koperasi syariah di nagari menjadi semakin strategis untuk mendukung peningkatan produktivitas, penyediaan lapangan kerja yang lebih luas, dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat di nagari, terutama keluarga miskin.

Dalam rangka peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan mendukung peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, maka penguatan usaha koperasi diutamakan untuk mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, di nagari-nagari antaranya ;
a) memperluas jangkauan dan kapasitas pelayanan lembaga koperasi dalam pola syariah (bagi hasil),

b) memberdayakan kaum perempuan (bundo kanduang) sebagai pengusaha dan penghasil barang kerajinan yang laku di pasar,

c) meningkatkan kemampuan dalam aspek manajemen dan teknis produksi anak nagari,

d) pembinaan sentra-sentra produksi tradisional dan usaha ekonomi produktif lainnya di perdesaan dan daerah terpencil.


Koperasi anak nagari yang bergerak di bidang jasa keuangan, mirip dengan perbankan syariah dalam skala lebih kecil, dan meliputi anak nagari, atau berbasis suku di nagari sebagai anggota koperasi. Dalam pembiayaan syariah, mudharabah mempunyai implementasi spesifik, di mana ada trust financing, yang diberikan kepada usaha anggota (anak nagari) yang sudah teruji memegang amanah, dengan kelola yang baik, sehingga terhindar dari merugikan satu dan lainnya, serta risiko dapat ditanggung bersama secara adil, oleh sesama anggota koperasi syariah, akhirnya seluruh keuntungan dan kerugian akan dibagi sesuai nilai penyertaan.

Selain kegiatan koperasi jasa keuangan, anak nagari juga diperkenankan menjalankan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infak, dan sedekah termasuk wakaf dengan pengelolaan yang terpisah, untuk kepentingan pembangunan anak nagari sesuai dengan ketentuan syarak.

Mungkin ada Nagari yang lebih baik ekonomi masyarakatnya (seperti, Rao-Rao, Situmbuak, Sumaniak, Limo Koum, Padang Gontiang, Lintau, Batipuah, Pandai Sikek), namun ada pula Nagari yang miskin (seperti Atar, Rambatan, Tanjuang Ameh, Saruaso, Padang Lua dan Tanjuang Alam).
Pengalokasian dana hendaknya berimbang.


Kekekrabatan dapat dijaga oleh ninik mamak dan penghulu yang dihimpun dalam KAN;
a) dibalut dengan satu sistem pandangan banagari,
b) cinta kepada Nagari yang sama dipunyai,
c) kegiatan pembangunan yang dipersamakan.


Kembali Berpemerintahan NagariSemestinya kembali kenagari harus dipahami peran lembaga tungku tigo sajarangan yang tampak dalam badan musyawarah nagari dan kerapatan negari.
Prinsip musyawarah adalah pondasi mendasar dan utama dari adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.

Kembali kenagari haruslah bermula dengan kesediaan untuk rujuk kepada hukum adat (norma yang berlaku di nagari) dan kesetiaan melaksanakan hukum positf (undang-undang negara).


Muara pertama terdapat pada supra struktur pemerintahan nagari, di mana kepala pemerintahan negari (kepala negari) akan berperan sebagai kepala pemerintahan di nagari dan juga pimpinan adat. Sebagai kepala pemerintahan terendah dinagari memiliki hirarki yang jelas dengan pemerintahan diatasnya (kecamatan atau kabupaten).

Sebagai kepala adat harus berurat kebawah yakni berada ditengah komunitas dan pemahaman serta perilaku adat istiadat yang dijunjung tinggi anak nagari (adat salingka nagari).
Minangkabau tetap bersatu, tetapi tidak bisa disatukan.


Muara kedua, dukungan masyarakat adat (kesepakatan tungku tigo sajarangan yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan kalangan rang mudo), dan mendapat dukungan dalam satu tatanan sistim pemerintahan (perundang-undangan).

Anak nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan nagarinya.
Konsepnya tumbuh dari akar nagari itu sendiri, bukanlah suatu pemberian dari luar.
“ Lah masak padi 'rang singkarak, masaknyo batangkai-tangkai, satangkai jarang nan mudo, Kabek sabalik buhus sintak, Jaranglah urang nan ma-ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo.”

Artinya diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya untuk menatap setiap perubahan peradaban yang tengah berlaku. Hal ini perlu dipahami supaya jangan tersua seperti kata orang “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.

Masyarakat nagari sesungguhnya tidak terdiri dari satu keturunan (suku) saja tetapi terdiri dari beberapa suku yang pada asal muasalnya berdatangan dari berbagai daerah asal di sekeliling ranah bundo.

Sungguhpun berbeda, namun mereka dapat bersatu dalam satu kaedah hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok mencari suku dan tabang mencari ibu.
Hiyu bali balanak bali, ikan panjang bali dahulu. Ibu cari dunsanak cari, induak samang cari dahulu.
Yang datang dihargai dan masyarakat yang menanti sangat pula di hormati.
Dima bumi di pijak, di sinan langik di junjuang, di situ adaik bapakai.

Di sini tampak satu bentuk perilaku duduk samo randah tagak samo tinggi, sebagai prinsip egaliter di Minangkabau.


NAGARI, ADALAH SATU SISTEM PEMERINTAHAN TERENDAH, DALAM STRUKTUR MASYARAKAT MINANGKABAU,

Sifatnya multi dimensi dan multi fungsi.
Nagari mempunyai aspek formal dan informal.
Secara formal dia adalah bahagian yang integral dari pemerintahan nasional.
Secara informal dia adalah unit kesatuan adat dan budaya Minangkabau.



Wilayah Nagari adalah suatu aset dalam pemerintahan Nagari.
Pemerintahan Nagari harus fokus menyiasati babaliak ka Nagari sebagai suatu sistim berpemerintahan dan melaksanakan kehidupan anak Nagari dalam tatanan adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Analisis Nagari yang paling utama adalah pemerintahan. Bagaimana Nagari diatur dan dibangun.

Nagari adalah plural, bukan single, perbedaan sistem Nagari tersebut membuat setiap Nagari mempunyai dinamika tersendiri.
Dari sisi adatnya, adaik salingka nagari.


KONSEP PEMERINTAHAN HARUS MAMPU MENAUNGI MASYARAKAT.
Pemerintahan Nagari dibingkai undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasinya di tingkat Kabupaten, ada Perda tentang Pemerintahan Nagari.
Dalam pelaksanaan pemerintahan di tingkat Nagari, hubungan harus berdasarkan adat.

Maka, adat harus benar-benar dikuasai oleh semua aparat pemerintahan Nagari.
Adat tidak semata sebagai kekayaan sains (ilmu pengetahuan) ke-Minangkabau-an.
Adat harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan dan hubungan bermasyarakat.
Termasuk dalam sosialisasi kebijakan pemerintahan, sesuai dengan perkembangan zaman dan pemanfaatan teknologi yang maju, seperti musyawarah dalam perwujudan demokrasi, penyediaan peluang bagi semua anak Nagari sebagai perwujudan dari hak asasi manusia.



HAKIKAT BERPEMERINTAHAN NAGARI ADALAH MEMATUHI UNDANG-UNDANG NEGARA.
Pemerintahan Nagari dapat menghidupkan jati diri kehidupan beradat di Nagari. Kebanggaan orang dalam banagari adalah lahirnya kepeloporan dalam berbagai bidang. Nagari itu dinamis, senantiasa berubah, dan wajib di antisipasi dengan musyawarah anak Nagari yang dikuatkan oleh Wali Nagari.



Setiap pemekaran, berpedoman kepada pandangan adat dalam Nagari.
Nilai kepemimpinan Wali Nagari adalah putra terbaik dan penghulu.
Pemilihannya dengan mengindahkan kesetaraan dan keterwakilan

Nilai kesetaraaan dan keterwakilan dari ninik mamak, alim ulama,cadiak pandai dan tokoh – tokoh adat di dalam Nagari, mesti diperhitungkan dengan cermat.
Urusan Nagari adalah urusan bersama seluruh warga masyarakat Nagari.
Bukan hanya urusan yang muda-muda atau urusan yang tua-tua.
Bukan pula urusan ninik mamak semata.

Kerjasama antara generasi, muda dan tua, cerdik dan pandai, sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Nagari.


BADAN MUSYAWARAH NAGARI, DIPILIH OLEH ANAK NAGARI,
Semestinya menjadi perwujudan dari tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Implementasinya, terlihat dalam pemahaman adat.
Nagari, akan menjadi pelopor di dalam melaksanakan adat Minangkabau yang berfalsafah Adaik basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah.

BAMUS Nagari adalah bentuk perwujudan dari prinsip demokrasi dalam berpemerintahan, semacam badan legislatif tingkat Nagari, untuk melaksanakan pemerintahan Nagari bersama-sama Wali Nagari (Kepala Nagari).

Maka, yang akan duduk di dalam BAMUS Nagari, semestinya hanya beragama Islam. Karena, tidak dapat disebut Minangkabau jika tidak beragama dengan Islam.

Keberadaan BAMUS menjadi bagian upaya mengembalikan unsur adat ke hakikatnya.
Mengaktualisasikan fungsi dan peran tungku tigo sajarangan, melalui keteladanan, terutama dalam pelaksananan agama dan adat.
Satu bentuk otonomi penuh pada Nagari untuk mengatur rumah tangga Nagari dengan berpedoman pada peraturan yang ada.

Wali Nagari bersama tokoh masyarakat dalam BAMUS akan menyusun program-program pembangunan Nagari


KEBERADAAN KERAPATAN ADAT NAGARI HARUSLAH JELAS.
KAN di tingkat Nagari adalah badan otonom yang ditetapkan oleh anak Nagari, terikat kaum dalam Nagari, dan memegang asal usul serta kewenangan ulayat Nagari.

Keanggotaan KAN seluruhnya terdiri dari penghulu di Nagari, bagian dari tungku tigo sajarangan, dimuliakan oleh anak Nagari, disebut nan gadang basa batuah.

Pertanyaan mengemuka, apakah semua anggota KAN terikat dengan LKAAM (satu organisasi masyarakat yang berjenjang dari tingkat provinsi)?

Apakah KAN menjadi bagian dari BAMUS Nagari atau berdiri sendiri ?.
Jalan terbaik adalah menjadikan KAN sebagai bagian dari BAMUS Nagari.
Sewajarnya, tampak nyata hubungan antara adat dan pemerintahan di tingkat Nagari. Saling topang menopang dan serasi.

Melalui BAMUS Nagari, diharapkan dapat menggerakkan kembali peran dan fungsi ninik mamak, yang selama ini tidak optimal berperan membangun Nagari, yang disebabkan :

a. Kurangnya figure penghulu dan pemangku adat yang sudah banyak merantau.
b. Kurangnya pengkaderan ninik mamak untuk memimpin Nagari.

Semestinya, BAMUS Nagari menjadi upaya mambangkik batang tarandam di tengah pesatnya kemajuan bidang teknologi.
Masalah asal usul dari keanggotaan BAMUS di Nagari, adalah hal yang perlu dipertimbangkan.
Termasuk menginventarisir asset, dan permasalahan Nagari dengan data base Nagari. Kalau bisa dipertajam, inilah prinsip demokrasi yang murni dan otoritas masyarakat yang sangat independen.


Langkah Penting adalah,
1. Menguasai informasi substansial
2. Mendukung pemerintahan yang menerapkan low-enforcment
3. Memperkuat kesatuan dan Persatuan di nagari-nagari
4. Muaranya adalah ketahanan masyarakat dan ketahanan diri.

Dimulai dengan apa yang ada. Yang ada ialah kekayaan alam dan potensi yang terpendam dalam unsur manusia. Selangkah demi selangkah. Karena itu masyarakat Minangkabau yang beradat dan beragama selalu dalam hidupnya diingatkan untuk mengenang hidup sebelum mati dan hidup sesudah hidup ini (dibalik mati) itu. Sesuai dengan peringatan Ilahi.
“ bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS.13, Ar Ra’du : 11).

Tugas kembali kenagari, sesungguhnya adalah, menggali kembali potensi dan asset nagari, dengan memanggil potensi yang ada dalam unsur manusia di nagari, untuk kemudian observasinya dipertajam, daya pikirnya ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan , daya ciptanya diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan, dengan menumbuhkan atau mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri.

Handak kayo badikik-dikik, Handak tuah batabua urai, Handak mulia tapek-i janji, Handak luruih rantangkan tali, Handak buliah kuat mancari, Handak namo tinggakan jaso, Handak pandai rajin balaja. Dek sakato mangkonyo ado, Dek sakutu mangkonyo maju, Dek ameh mangkonyo kameh, Dek padi mangkonyo manjadi.


DIPERLUKAN KERJA KERAS,
1. Meningkatkan Mutu SDM anak nagari,

2. Memperkuat Potensi yang sudah ada melalui program utama,
a. menumbuhkan SDM Negari yang sehat dengan gizi cukup,
b. meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama terapan),
c. mengokohkan pemahaman agama, sehingga anak negari menjadi sehat rohani,
d. menjaga terlaksananya dengan baik norma-norma adat, sehingga anak nagari
menjadi masyarakat beradat yang beragama (Islam).

3. Menggali potensi SDA yang ada di nagari, yang diselaraskan dengan perkembangan
global yang tengah berlaku,

4. Memperkuat ketahanan ekonomi rakyat.
Membangun kesejahteraan bertitik tolak pada pembinaan unsur manusianya.
Dari self help (menolong diri sendiri) kepada mutual help, tolong-menolong, sebagai puncak budaya adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Dalam rangka pembagian pekerjaan, ber-ta'awun sesuai dengan anjuran Islam, "Bantu membantu, ta'awun, mutual help dalam rangka pembagian pekerjaan (division of labour) menurut keahlian masing-masing ini, akan mempercepat proses produksi, dan mempertinggi mutu, yang dihasilkan.
Itulah taraf ihsan yang hendak di capai.

5. Memperindah nagari dengan menumbuhkan percontohan-percontohan di nagari, yang tidak hanya bercirikan ekonomi tetapi indikator lebih utama kepada moral adat “nan kuriak kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”

6. Mengefisienkan organisasi pemerintahan nagari dengan reposisi (dudukkan kembali komponen masyarakat pada posisinya sebagai subyek di nagari) dan refungsionisasi (pemeranan fungsi-fungsi elemen masyarakat).

7. Memperkuat SDM bertujuan membentuk masyarakat beradat dan beragama sebagai suatu identitas yang tidak dapat ditolak dalam kembali kenagari.
Satu konsepsi tata cara hidup, sistem sosial dalam "iklim adat basandi syara' syara' basandi Kitabullah", dalam rangka pembinan negara dan bangsa kita keseluruhannya. Yakni untuk melaksanakan Firman Ilahi;
"Berbuat baiklah kamu (kepada sesama makhluk) sebagaimana Allah berbuat baik terhadapmu sendiri (yakni berbuat baik tanpa harapkan balasan). (QS.28, Al Qashash : 77)

Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan "nawaitu" dalam diri anak nagari, “Latiak-latiak tabang ka Pinang, Hinggok di Pinang duo-duo, Satitiak aie dalam piriang, Sinan bamain ikan rayo.”



Teranglah sudah, bagi setiap orang yang secara serius ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat nagari pasti akan menemui disini iklim yang subur, bila pandai menggunakannya dengan tepat.

Mengabaikan adat dan syarak ini, adalah satu kerugian, karena berarti mengabaikan satu partner "yang amat berguna" dalam pembangunan masyarakat nagari dan negara.

Selasa, 06 Mei 2008