Minggu, 14 September 2008

BERDEMOKRASI DENGAN AKHLAK MULIA

BERDEMOKRASI DENGAN AKHLAK MULIA
OLEH : H. MAS’OED ABIDIN

Pejuang-pejuang demokrasi yang beriman memahami betul bahwa demokrasi di negeri ini tidak akan pernah ujud bila tidak disertai dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada ajaran Agama, dan atau menghargai ajaran Agama yang berarti melahirkan rasa tanggung jawab dengan berakhlaq mulia.

Apabila akhlaq agama sengaja dilupakan maka demokrasi pasti tidak akan berjalan baik.

Demokrasi tanpa akhlaq memberi kesempatan terbukanya pintu anarkis dan pemaksaan kehendak, dan ujung-ujungnya melahirkan tindakan-tindakan anarkis, dan bencana akan dituai sesudahnya.



Idaman masyarakat banyak untuk merasakan ketenteraman dan kesejahteraan hanyalah menjadi mimpi belaka.

Ketika umat terbangun dari lelapnya, yang tersua hanyalah derita dan nestapa, karena dua kelompok pengayom yang menduduki posisi penguasa dan pengusaha berubah menjadi penindas dan penghisap, dan para cerdik cendekia yang alim telah menjadi penghasut.

Dalam satu sabda Rasulullah SAW ditemui sebuah peringatan antara lain : “Ada dua kelompok dari umat-ku, kalau keduanya baik Umat seluruhnya menjadi baik, dan kalau ke duanya jahat umat seluruhnya jadi binasa.



Mereka ialah Ulama dan ‘Umara”.

Dari hadist lain Rasulullah bersabda pula “Apabila Umara dan penguasa-penguasa kamu terdiri dari orang-orang baik, dan hartawan (ekonom-ekonom) kamu terdiri dari orang-orang pemurah, dan segala persoalan kemasyarakatan kamu pecahkan secara musyawarah atau demokratis, maka hidup di muka bumi tanah airmu sungguh indah dari pada mati berkalang tanah”.

Ketika substansi musyawarah telah hilang, maka rakyat jelata akan terpaksa memikul beban berat di pundaknya, dan rakyat kecil di bawah akan dijadikan tunggangan untuk meraih kedudukan semata.

Kondisi buruk ini pernah dialami dalam dasawarsa panjang, di bawah pengekangan-pengekangan dan kepentingan-kepentingan.

Konsep demokrasi sebenarnya adalah musyawarah menetapkan satu pilihan, demi kemashlahatan umat banyak, dan terciptanya kesejahteraan orang banyak.



Perjuangan demokrasi yang adil bertujuan agar kemiskinan tidak lagi menjadi pakaian banyak orang, karena senyatanya masyarakat yang larat melarat akan sangat mudah untuk di tunggangi.

Maka, amatlah ditekankan, terutama oleh Sunnah Rasulullah dan ajaran agama, agar selalu berhati-hati dan mawas diri, agar kemelaratan tidak muncul dalam kehidupan bermasyarakat.



Umat Islam diingatkan misi penampilannya di tengah pergaulan hidup Internasional, bahwa “Tuhan telah menampilkan umat Muslimin guna membebaskan dunia dari perbudakan manusia sesame manusia kepada menyembah Allah semata, dan mengeluarkan manusia dari sempitnya dunia jahilinyah kepada keluasaan ilmu pengetahuan, dan berpindah dari kecurangan dan kepalsuan berbagai agama kepada keadilan Islam”.

Untuk itu, upaya mengujudkannya dengan mengajak umat kembali kepada ajaran akhlaq agama, dan memelihara keteguhan dalam kehidupan beradat yang luhur.



Kehati-hatian dalam memilih pemimpin menjadi sangat muthlak menjiwai setiap insan yang demokratik, karena,“… apabila Umara’ kamu terambil dari mereka yang jahat, hartawan kamu menjadi manusia bakhil penyembah harta, dan segala persoalan kemasyarakatan tidak lagi dimusyawarahkan, dan kehidupan terombang ambing dalam permainan hawa nafsu wanita yang mengendalikan dari belakang, maka dalam masyarakat yang demikian, mati berkalang tanah, lebih baik dari hidup bercermin bangkai”.

Begitulah Sabda Rasulullah SAW mengingatkan umat semua, agar selalu menjaga musyawarah dan menghindari perebutan karena hawa nafsu.

Tidak ada komentar: