Suluah Bendang di Nagari
Oleh : H. Mas’oed Abidin
Sebenarnya masyarakat Sumatra Barat harus bersyukur kepada Allah SWT yang menganugerahi rahmat besar dengan nilai tamaddun budaya Minangkabau. Filosofi budaya masyarakat Minangkabau terikat kuat dengan penghayatan Islam dan terbukti menjadi puncak kebudayaan masyarakat di Sumatra Barat.
Peranan imam khatib suluah bendang (suluh benderang) di tengah nagari dan para pendidik sungguh satu pengabdian mulia dengan tugas sangat berat. Bertambah berat di kala kita berhadapan dengan fenomena keumatan yang mencemaskan di Nagari dalam arus perubahan global.
Ketidakberdayaan Imam Khatib Adat menunjukkan model keteladanan yang baik, telah menjadi penghalang pencapaian hasil dan menjadi titik lemah penilaian umat terhadap keperibadian Imam Khatib Adat bersangkutan.
Pepatah Arab menyebutkan: “Jangan lakukan perbuatan yang anda tegah, Perbuatan demikian aibnya amatlah parah.” Kemuliaan murabbi pendidik umat dipancarkan dari keikhlasan membentuk anak manusia menjadi generasi pintar berilmu yang mampu mengamalkan ilmunya.
Generasi Minang semestinya berbudi luhur – akhlakul karimah -- dalam bertindak dan berbuat untuk kebaikan. Cakupannya yang lebih luas lagi adalah untuk menciptakan bahagia di dunia dan di akhirat dengan jalinan silaturahim dalam tatanan bermasyarakat. Firman Allah menyebutkan ; “Dan carilah dari pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS.28, Al Qashash:77.)
Umat Islam di Ranah Minangkabau di Sumatra Barat sudah menjadikan surau sejak masa yang panjang sebagai tempat pembinaan umat. Buktinya bertebaran pada setiap Nagari sampai kepelosok kampung, dusun dan taratak.
Rajutan cita-cita luhur itulah semestinya yang harus kita dapatkan jawabannya dan wajib ditampilkan terpadu dalam gerak dan kesepakatan bersama untuk Kembali ke Surau.
Surau menjadi cikal bakal tumbuhnya lembaga pendidikan di Nagari dan kemudian dapat dikembangkan menjadi madrasah. Orang Minang menyebut tempat dilangsungkan-nya pendidikan agama dengan “surau (madrasah)”.
Pada masa dulu tidak dilazimkan memakai kata “pondok pesantren” seperti sekarang. Adanya madrasah surau, di antaranya Sumatra Thawalib di Parabek, di Padang Panjang (surau Jembatan Besi), di Batusangkar (Surau Simabur) di Lambah Sianok (Surau Inyiak Syekh Abdul Mu’in) dan juga Madrasah Diniyah Islamiyah yang lahir dari surau dan kemudian seiring perkembangan zaman ditambah dengan kepandaian putri yang terkenal sejak 1928.
Para thalabah (penuntut ilmu) lulusan surau (madrasah) umumnya berkiprah di kampung halaman setelah selesai menuntut ilmu, dengan mendirikan pula Sekolah-sekolah agama, bersama-sama dengan masyarakat, memulainya dari akar rumput, dan mengawali langkahnya dari surau.
Surau fungsinya tidak semata tempat dilaksanakan ibadah mahdhah (shalat, tadarus, dan pengajian majlis ta’lim). Surau adalah wadah untuk mencerdaskan umat. Dari surau umat diajak mengamalkan seruan syarak.
Di antara ajakan Rasulullah SAW adalah, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an). Dan sekali jangan menjadi kelompok keempat, yang tidak memiliki aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni tidak mengajar, tidak pula belajar, serta enggan untuk mendengar”.
Gerakan masyarakat menghidupkan surau dengan maksud mencerdaskan dan menanamkan budi pekerti (akhlaq) Islami di tengah umat.
Upaya ini sejalan dengan kaedah adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah di Ranah Minangkabau. Semua, didorong mengamalkan Firman Allah, “ Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. “ (QS.IX, at Taubah, ayat 122).
Tuntutan paling utama dewasa ini adalah membentuk generasi berkepribadian yang unggul dengan iman dan taqwa. Satu kewajiban yang tidak boleh dilalaikan, membuat generasi Minang berpengetahuan luas dan menguasai teknologi, berjiwa wiraswasta, berakhlak dan beradat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah.