Minggu, 13 Februari 2011

MENGISI WAKTU DENGAN BEKAL TAQWA

OLEH ; H. MAS’OED ABIDIN

الحَمْدُ ِللهِ غَافِرِ الذَّنـْبِ وَ قَابِلِ التَّوْبِ شَدِيْدِ العِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِلَيْهِ اْلمَصِيْرُ. وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، يُسَبِّحُ لَهُ مَا فيِ السَّموَاتِ وَ مَا فيِ الأَرْضِ، لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الحَمْدُ، وَ هُوَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، البَشِيْرُ النَّذِيْرُ، وَ السِّرَاجُ المُنِيْرُ، صَلَوَاتُ اللهِ وَ سَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَ عَلىَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ الَّذِيْنَ آمَنُوْا بِهِ وَ عَزَّرُوْهُ وَ نَصَرُوْهُ وَ اتـَّبَعُوْا النُّوْرَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ اْلمُفْلِحُوْنَ. وَ رَضِيَ اللهُ عَمَّنْ دَعَا بِدَعْوَتِهِ وَ اهْتَدَى بِسُنَّتِهِ، وِ جَاهَدَ جِهَادَهُ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ،
أَمَّا بَعْدُ.


" … mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu."
(Q.S. Al-Baqarah: 28-29)



Di antara ke-Maha-Kuasa-an Allah SWT, adalah Dia menciptakan manusia dalam keadaan berbeda-beda, baik dalam bentuk, dengan sifat yang berbeda pula. Rasa malu adalah salah satu sifat yang dimiliki oleh manusia, dan sekaligus merupakan salah satu sifat yang membedakan manusia dengan binatang.

Kadar rasa malu pada tiap-tiap orang berbeda-beda pula. Islam sangat mengakui keberagaman setiap orang khususnya tentang sifat malu. Dan malu adalah bagian dari iman. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits: Ibnu Umar r.a berkata, bahwa Nabi SAW melewati dan melihat seorang laki-laki dari kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Biarkanlah dia. Karena sesungguhnya malu itu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari)

Malu yang dimaksud dalam hadits ini adalah malu untuk mengerjakan kesalahan, karena mengetahui bahwa Allah SWT pasti melihat setiap perbuatannya, sesuai firman Allah dalam Al Qur’an:

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى
“ Tidakkah ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya. ” (QS. Al ‘Alaq: 14)



Dan Rasulullah SAW telah menasehatkan umat sejak empat belas abad yang lalu, agar memiliki rasa malu yang hakiki. Seperti sabda beliau pada suatu hari kepada para sahabat : “ Malulah kamu sekalian di hadapan Allah dengan malu yang sebenar-benarnya”. Mereka berkata, “Tapi kami sudah merasa malu, wahai Nabiyullah, dan segala puji bagi Allah”. Beliau bersabda, “itu bukalah malu yang sebenarnya. Orang yang ingin malu dengan sebenar-benarnya di hadapan Allah SWT, hendaklah menjaga pikiran dan bisikan hatinya, hendaklah menjaga perutnya dan apa yang dimakannya, hendaklah mengingat mati dan fitnah kubur. Orang yang menghendaki akhirat hendaklah meninggalkan perhiasan-perhiasan kehidupan duniawi. Orang yang melakukan semua ini, berarti ia memiliki rasa malu yang sebenarnya di hadapan Allah.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)

Malu secara hakiki adalah “Sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan”. Hakikat malu adalah rasa takut untuk melakukan kejelekan."

Ibnu Hajar Al Qasthalany dalam kitabnya Fathu Al Bary mengemukakan bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan haram adalah wajib. Perasaan malu seperti itulah yang merupakan salah satu cabang dari iman. Demikian pula sikap malu untuk mencegah kemungkaran. Karena Allah SWT tidak pernah malu menerangkan kebenaran, sebagaimana firman-Nya:

وَاللَّهُ لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ
“… Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar...”(QS. Al Ahzab: 53)

Rasa malu yang benar selalu mendatangkan kebaikan. Imran bin Husain r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Malu itu tidak akan menimbulkan sesuatu, kecuali kebaikan semata.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Islam sangat mencela sikap orang yang tidak memiliki rasa malu terhadap Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya :

وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ
“ …Dan kamu takut (malu) kepada mannusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti (malui).” (QS. Al Ahzab : 37)

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Malu itu termasuk bagian dari keimanan, dan keimanan itu berada di dalam sorga. Sedangkan sikap tidak tahu malu adalah termasuk perbuatan yang tidak baik, itu berada di dalam neraka.” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)

Jika manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak berbeda lagi dengan binatang. Sebagaimana yang telah dikutip oleh Al Faqih Ibnu Laits As Samarqandi dalam nasehatnya kepada putranya. « Hai putraku, jika nafsu syahwatmu mengajak berbuat dosa, pandanglah ke atas, hendaklah engkau malu kepada masyarakat langit yang mengawasimu, jika tidak mau begitu, maka tundukkan lah matamu ke bumi dan hendak lah engkau malu kepada penghuni bumi ini, jika dengan demikian engkau masih belum dapat melakukannya, maka anggaplah engkau sendiri sebangsa hewan yang tidak berakal. »

Menurut akidah Islam, hidup yang kita jalani ini bukan hidup yang paripurna. Kita masih akan memasuki sesi berikut. « Hidup sesudah mati ». Sebuah kehidupan yang kekal abadi ada di akhirat kelak.


Kita semua yakin bahwa mati itu pasti akan tiba. Cepat atau lambat. Tidak membedakan status sosial, ekonomi ataupun usia. Orang kaya yang juga didatangi malaikat Izrail. Tidak sedikit yang muda belia tiba-tiba meninggal. Kematian berlaku untuk segala umur dan semua lapisan. Maut tiba tanpa memberi tahu.
Firman Allah SWT:
… di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu …, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh …, dan jika mereka memperoleh kebaikan [Kemenangan dalam peperangan atau rezki.], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah"… (Q.S An-Nisa’:78)

Sebagai kaum muslimin tidak seharusnya takut akan kematian. Kematian adalah awal dari sebuah kebahagiaan yang dijanjikan Allah, buat mereka yang beriman dan melakukan kebajikan dalam hidupnya.

Mari kita perhatikan tuntunan Rasulullah SAW ini:
“Pergunakanlah lima masa sebelum datang lima masa ; 1. pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu, 2. pergunakanlah masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu, 3. pergunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu, 4. pergunakanlah masa kayamu, sebelum datang masa kefakiranmu dan 5. pergunakanlah masa hidupmu sebelum datang saat kematianmu”. (HR. Al Baihaqi).

Marilah kita memulai hidup kita dengan langkah yang baru, dengan tidak membuang-buang waktu dan usia. Waktu amat berharga. Mesti digunakan untuk yang bermanfaat.

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah termulia.
Dia perlu menjaga dan menghargai umur dengan bertaqwa.
Agar kemuliaan tetap bertahan menjadi hak manusia.
Kita patut bersyukur kepada Allah yang memberi umur hingga saat ini.
Namun, ingatlah bahwa, “Umurku berkurang setiap hari.. .Sedang dosa terus bertambah... Bagaimana mungkin aku bisa memikulnya…”.
Akal sehat memandu kita agar sisa umur tak sia-sia.
Semoga Allah meridhai kita ..
Amin.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ المُؤْمِنَاتِ وَ المُسْلِمِيْنَ وَ اْلمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ اْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيـْـمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فيِ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ.

اللَّهُمَّ اصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَ اصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتيِ فِيْهَا مَعَاشِنَا، وَ اصْلِحْ لَنَا آخِرَتِنَا الَّتيِ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَ اجْعَلِ اْلحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فيِ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ المَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ سَرٍ،

اللَّهُمَّ اجْعَلْ يَوْمَنَا خَيْرًا ِمنْ أَمْسِنَا، وَ اجْعَلْ غَدَنَا خَيْرًا ِمْن يَوْمِنَا، وَ احْسِنْ عَاقِبَتَنَا فيِ الأُمُوْرِ
كُلِّهَا، وَ أَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَ عَذَابِ الآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ وَ تبُ ْعَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ. وَ اْلحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.