Rabu, 30 April 2008

Makmurkan Masjid, Tegakkan Jamaah




Makmurkan Masjid
Tegakkan Jama’ah


Oleh : H Mas'oed Abidin

Seringkali bila kita berkata kepada orang yang sudah biasa apa yang disebut berpolitik, berorganisasi dan berlambang "Memakmurkan Masjid", mereka sambut denga sikap skeptis dan dingin, sebab bunyinya kurang menarik, persoalannya tidak diraskan aktuil, tidak vital bila dihubungkan denga apa yang mereka namakan "perjuangan".

Sebenarnya maka mereka ini bersikap begitu oleh karena sudah lama terkurung dengan tidak sadar barangkali dalam cara berpikir yang konvensional dan statis. Pada hal, sesungguhnya kepada Umat Islam, Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam telah mewariskan justeru Masjid itu sebagai lambang pembina potensi umatnya.
Masjid Quba di Madinah itu adalah pusat penyusuhan dan pembangunan Umat Islam yang pertama; pembina kekuatan umat dizaman pancaroba penuh derita.

Masjid bukanlah semata-mata tempat shalat, kalau sekedar untuk shalat yang lima waktu dan sunnat bernafsi-nafsi seluruh punggung bumi yang bundar ini adalah tempat Umat Islam bershalat.
Masjid adalah untuk menegakkan ibadah dan menyusun jamaah. Islam tidak dapat tegak tanpa jamaah. Ajaran-ajaran Islam adalah jalinan ibadah dan muamalah. Yang satu "muamalah maal khalqi". Ini kaji " alif - baa - taa". Yang sudah terang perintah.

Bahwa perintah : Adalah perintah wajib Masyarakat Islam memikul jamaah yang dikenakan langsung oleh jamaahnya/agamanya.



Masjid adalah warisan Rasul, sebagai penangkalan bagi Umat Islam untuk membina jamaahnya. Menambah pngertian, mempertinggi kecerdasan, dan akhlaq budi pekerti, mendinamikan jiwa, memberikan pegangan hidup bagi para anggota jamaahnya, dalam menghadapi pokok-pokok persoalan hidup.



Dari Masjid dan Langgar yang berjiwa hidup dan dinamis sebagai pusat, dapat diberikan bimbingan yang menaikkan taraf kemakmuran hidup oleh para ahli yang mencintai umat. Soalnya penghidupan mereka, kebanyakannya, soal yang sederhana dan elementer; soal ternak, tanaman dan pupuk, soal mempertinggi hasil bumi, soal tambak, tebat ikan, dan kerajinan masyarakat agraris, soal cangkul patah dan yang belum berganti, soal sapi yang belum berobat, soal atap tiris yang belum disisip, soal anak yang belum sekolah ..., Soal-soal yang tidak kunjung dapat dipecahkan dengan sistem ekonomi yang hebat-hebat, sistem pesawat udara jet-jet tanpa landasan tempat naik dan turunnya.



Dengan masjid yang berjiwa hidup sebagai pusat pembinaan umat, pusat pembinaan jamaah, akan dapatlah Umat Islam memelihara "Izzah" kepribadian umat dalam berkecimpung dalam masyarakat ramai yang berbagai corak, ibarat ikan dilaut memelihara dagingnya tetap segar dan tawar walaupun terus menerus berendam dalam air asin; dapat pula jamaah Islam itu berlomba-lomba dengan jamaah lainnya menegakkan kebenaran dan keadilan dan menyumbangkan kebajikan bagi masyarakat umum.

Itu fungsi Masjid,

Itu kewajiban Umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan macam manapun.
Bina Jamaah melalui Masjid .....,

Hidupkan Masjid kembali, nanti, masjid akan memancarkan hidup kepada umat.
Akan beberapa puluh ribu benar jumlah gedung-gedung kebudayaan, markas-markas organisasi dengan mulanya, stadion-stadion dengan lapangannya, dinegeri ini.

Bandingkan dengan milyunan banyaknya masjid besar kecil langgar dan surau milik umat Islam yang bertabur-tabur dinegeri ini.
Tinggal; mengisi dan menghidupkannya.

Bukan sekedar memperindahnya untuk diperagakan dilagakkan, ibarat orang menghias kuburan cina dengan marme berukir-ukir, menyimpan mayat tak bernyawa di dalamnya.

Alangkah meruginya Umat Islam, bila mereka tidak kunjung mengenal dan mempergunakan modal dan kekayaannya sumer kekuatannya.
Bukanlah masjid yang hidup itu, kepada Umat Muhammad di amanatkan untuk "mencetak" manusia yang hidup yang tidak kenal gentar selain dari kepada Allah.

Sudah kita lupakan ;
" Hanya yang akan memakmurkan masjid-masjid Allah,
" orang-orang yang beriman kepada Allah dan kepada hari
" kemudian, serta menegakkan shalat dan mengeluarkan
" zakat, dan tidak takut melainkan (hanya) kepada Allah;
" maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang terpimpin", (at- taubah 18).

Ini tuntutan yang diterima Umat Islam dari Syariat Islam yang tidak disangkal wajib berlakunya atas pemeluknya di negeri ini.

Penerapan Iptek dalam Islam

Penerapan Iptek dalam Islam
Oleh : H. Mas’oed Abidin


Firman Allah dalam QS. 3, Ali Imran : 110, artinya, “Kamu adalah umat yang paling baik (khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia; menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman kepada Allah. Sekiranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya itu baik untuk mereka. Sebahagian mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakannya orang-orang yang jahat”.


Dijelaskan dengan ayat ini bahwa Umat Islam adalah umat pilihan, terbaik. Bila keturunan Kitab sebelumnya mau menerima dinul Islam , mereka akan lebih baik dari umat ini. Tetapi mereka kufur, dan sebahagian lagi jahat, menolak ajaran Allah SWT. Disinilah terdapat tantangan disamping peluang terhadap umat pilihan (umat Islam) sepanjang masa dalam meniti setiap perubahan zaman.



Khaira ummah yang menjadi identitas umat Islam itu selalu istiqamah (Konsisten) dengan perangai utama. Tetap membawa, menyeru, mengajak umat kepada yang baik, amar makruf. Melarang membuat salah, nahyun ‘anil munkar. Tetap beriman dengan Allah.

Amar makruf, hanya bisa dilaksanakan dengan ilmu pengatahuan. Karena itulah tatkala pertama kali manusia diciptakan kepadanya beberapa perangkat ilmu (QS.2:30-35). Dalam mengemban misi mulia, khalifah di permukaan bumi.



Nahyun ‘anil munkar, melarang dari yang salah. Perlu ilmu pengetahuan tentang makruf dan munkar artinya mengerti tentang suruhan berbuat baik dan larangan berbuat salah (QS.3:104,114; QS.5:78-79; QS.9:71,112; QS.22:41; QS.31:17).


Amar Makruf Nahi Munkar sangat sesuai dengan martabat manusia. Patokan makruf (baik, disuruh) dan munkar (salah, terlarang) dipagari oleh halal (right, benar) dan haram (wrong, salah). Bukan like or dislike (suka atau tidak). Kerancuan menerapkan benar dan salah dikehidupan sehari-hari disebab kurangnya ilmu pengetahuan tentang right dan wrong. Selain dari kebiasaan meninggalkan ajaran agama, tidak teguh (tidak istiqamah) menjalankan right dan wrong tersebut.

Bila diteliti bahwa ayat pertama turun adalah (Iqra’, artinya baca) QS. 96, Al ‘Alaq 1-5. Membaca dan menulis, adalah “jendela ilmu pengetahuan”. Dijelaskan, dengan membaca dan menulis akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui (‘allamal-insana maa lam ya’lam).


Ilham dan ilmu belum berakhir. Wahyu Allah berfungsi sebagai sinyal dan dorongan kepada manusia untuk mendalami pemahaman sehingga mampu membaca setiap perubahan zaman dan pergantian masa. Keistimewaan ilmu, menurut wahyu Allah,antara lain ; Yang mengetahui pengertian ayat-ayat mutasyabihat hanyalah Allah dan orang-orang yang dalam ilmunya (QS.2:7).

Orang berilmu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (QS.3:18). Di atas orang berilmu, masih ada lagi yang Maha Tahu, (QS.12:76). Bertanyalah kepada ahli ilmu kalau kamu tidak tahu, (QS.16:43, dan 21:7). Jangan engkau turut apa-apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu (QS.17:36). Kamu hanya mempunyai ilmu tentang ruh sedikit sekali (QS.17:85). Memohonlah kepada Allah supaya ilmu bertambah (QS.20:114). Ilmu mereka (orang yang menolak ajaran agama) tidak sampai tentang akhirat (QS.27:66). Hanyalah orang-orang berilmu yang bisa mengerti (QS.29:43).

Yang takut kepada Allah hanyalah orang-orang berilmu (QS.35:28). Tuhan meninggikan orang-orang beriman dan orang-orang berilmu beberapa tingkatan (QS.58:11). Tuhan mengajarkan dengan pena (tulis baca) dan mengajarkan kepada manusia ilmu yang belum diketahuinya (QS.96:4-5).

Sebenarnya umat pengamal wahyu Allah (Islam) pemilik identitas (ciri, sibghah) yang jelas, yaitu menguasai ilmu pengetahuan. Mereka adalah innovator, memiliki daya saing, imagination, kreatif, inisiatif, teguh dalam prinsip (istiqamah, consern), berfikir objektif dan mempunyai akal budi.



Teknologi hanyalah suatu keterampilan, hasil dari ilmu pengetahuan berkenaan dengan teknik, serba mesin itu. Teknologi tidak berarti bila manusia dibelakang teknologi itu tidak berfungsi, tidak berperan dan mati. Sebelum teknologi dihidupkan, wajib lebih dahulu menghidupkan dhamir manusia yang akan mempergunakan perangkat teknologi, agar hasil yang diperoleh bermanfaat untuk kehidupan manusia. Jangan sebaliknya merusak kehidupan itu sendiri.

Pemilik ilmu pengetahuan dan pengguna teknologi mestinya mampu mencipta dan menampilkan produk teknologi ditengah kehidupan dunia menyeluruh (global) tanpa merusak harkat manusia melalui produk hasil ciptaan teknologi tersebut.


Di sini sebenarnya arti penerapan Iptek dari sudut pandang agama Islam. Iptek menjadi musuh kemanusian bila hasilnya menghancurkan harkat (derajat) manusia. Iptek juga sangat penting teramat berguna dalam meningkatkan taraf hidup manusia. Karena itu perlu ada saringan pengguna iptek itu. Saringannya adalah agama, akal budi, dan di Minangkabau adalah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Segera laksanakan dan jangan sebatas semboyan.***

Rusaknya Nilai Kehidupan





Rusaknya Nilai Kehidupan

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Tahun demi tahun telah kita lepas. Setiap tahun selalu dimulai dan dibuka dengan harapan‑harapan. Sesuatu yang lebih baik dari yang silam selalu menjadi dambaan. Kecemasan selalu menghantui, karena hilang keamanan dan ketertiban. Hampir pada setiap sudut dunia terjadi kemelut. Kadang‑kadang juga terjadi di samping kita.
Kemelut yang selalu berakhir dengan terin­jaknya martabat kemanusiaan. Hilangnya keamanan dan rusak­nya nilai‑nilai kehidupan yang manusiawi, suatu yang sangat ditakuti. Tetapi seringkali itulah yang terjadi.

Dalam setiap keadaan terjadi sering kedzaliman atau keaniayaan. Dalam berbagai bentuk. Kedzaliman tampil ke permukaan bertepatan dengan saat‑saat manusia meninggalkan aturan‑aturan. Lebih kentara dikala orang mencecerkan hukum‑hukum Allah dan syari'at Agama‑NYA (Syari'at Islam).

Peringatan Allah Subhanahu wa ta'ala, menyebutkan :
“ Dan orang‑orang kafir (orang‑orang yang meninggal­kan hukum‑hukum Allah) senantiasa ditimpa bencana, ditimpa bahaya, sebab perbua­tan mreka sendiri, bahkan bencana itu tiba didekat rumah tempat kediaman mereka (dalam negeri sendiri), sehingga datang janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah memungkiri janji" (Q.S. XIII‑Ar‑Ra'ad, ayat 31).


Janji Allah, berupa munculnya rasa takut di tengah kehidupan, semata-mata disebabkan karena ulah manusia jua. Hilangnya tauhid bertukar dengan syirik, merupakan salah satu penyebabnya.

Hilangnya aman lantaran tumbuhnya kufur.

Terbangnya iman dari lubuk hati, maka sirna‑lah aman dari kehidupan.

Merajalelanya kedzaliman disebabkan lupa kepada hukum‑hukum Allah (hududallah).


Kebahagiaan manusia dan lingkungan yang tadinya aman terancam punah.

Tanaman kehidupan yang baik tak kunjung menjadi kenyataan.

Semuanya terjadi karena kesalahan manusia semata.


Ukuran benarnya suatu kebenaran seringkali diukur dari derajat dan kedudukan pelaku kejahatan itu.

Bila pelakunya adalah pejabat, maka kejahatan dianggap suatu hal yang perlu mendapatkan perlindungan. Akibatnya, kualitas atau nilai kebenaran terabaikan.


Kualitas kebenaran, ukurannya adalah syari'at (aturan‑aturan) Agama Allah (Islam).
Asasnya adalah iman dan taqwa kepada Allah semata.

Realisasi taqwa adalah kerelaan melaksanakan hukum Allah Yang Maha Kuasa.

Suka atau tidak suka.

Unsur ini merupakan bukti dari kepatuhan.


Di dalam syari'at itu, tercakup semua aturan.

Baik yang menyangkut harkat kemanu­siaan, maupun yang bertalian dengan alam lingkungan.

Semua kaedahnya tertera dengan jelas, di dalam syariat Islam.



Iman, tidak berarti sekedar percaya akan adanya Allah, tanpa diikuti oleh perilaku.

Perilaku itu berupa amal‑shaleh.

Unsurnya adalah ikhlas, bersih dan lurus. Ukurannya, sesuai dengan kehendak Allah ‑ yang di imani‑ semata.
Amal, merupakan konsekwensi logis dari iman.

Aktivitas iman akan melahirkan ibadah‑ibadah yang benar.

Teguh kokoh melaksanakan setiap perintah Allah.

Terjauh dari semua unsur keaniayaan.

Baik itu menyangkut hubungan individu, atau lebih luas hubungan bermasyarakat.

Sampai kepada suatu tatanan kehidupan yang menyeluruh.


Suatu aturan (syari'at), ruang lingkungannya universal.

Tidak membedakan pangkat dan derajat.

Tidak mengenal perbedaan bangsa dan bahasa.

Pelaksanaan aturan‑aturannya tidak hanya terbatas pada kedudukan elit, juga tidak pada perbedaan kulit.



Dengan penerapan iman secara benar dan utuh ini, muncullah suatu sistem keadilan yang indah.
Terpatri dalam sejarah, tentang kisah Al Makhzumiy, sosok seorang pembesar (Quraisy) yang terpandang. Dikala ia melakukan tindak pencurian, korupsi dan manipulasi dalam jabatannya semasa itu, dia ditangkap. Diadili dan dijatuhi hukuman. Hukumannya potong tangan.


Beberapa pemuka Quraisy berpenda­pat, sebaiknya diajukan saja permohonan ampunan (grasi) kepada Muhammad Rasulullah SAW.

Pendapat para pemuka Quraisy ini mengedepan mengingat Al‑Makhzumiyah termasuk seorang anggota keluarga Quraisy yang disegani.

Lagi pula Muhammad Rasulullah SAW, juga seorang putra Quraisy yang "terbaik" dan mulia.

"Kita coba memanfaatkan situasi ini...," demikian usulan pemim­pin‑pemimpin Quraisy yang lainnya.

Hubungan keluarga dan tali darah, mungkin bisa merubah putusan syari'at yang ditimpakan.

Begitulah jalan fikiran pembesar Quraisy umumnya waktu itu.


Diutuslah seorang shahabat yang dikenal dekat dengan Muhammad SAW, sebagai perantara.

Yang dipilih mengemban tugas sebagai pembela ini adalah Usamah bin Zaid, yang dianggap tepat mengemban tugas menghadap Rasulullah SAW untuk menga­jukan permohonan "maaf" dari sang koruptor al Makhzumiyah ini.


Hubungan "kekerabatan" ditampilkan.

Shahabat dan kenalan, dianggap sebagai formula pembuka jalan.

Demi nama baik keluarga Quraisy, kiranya Al‑Makhzumiyah tidak jadi dijatuhi hukuman.

Setidak‑tidaknya agar hukuman kepadanya menjadi ringan.

Jangan ditimpakan hukum "potong tangan", yang bisa dianggap "mempermalukan seumur hidup”.


Tatkala permohonan seperti itu disampaikan oleh Usamah bin Zaid kepada Rasulullah, muka Muhammad SAW berubah merah padam.

Beliau menjadi marah.

Lantas Rasulullah SAW balik bertanya, dengan satu pertanyaan yang sesungguhnya tidak memerlukan jawaban lagi.



Rasulullah SAW bersabda: "Adakah kalian meminta keringanan terhadap suatu ketetapan undang-undang dari satu keputu­san yang telah ditetapkan oleh Allah....???"


Usamah bin Zaid, dan juga para sahabat lainnya menja­di terdiam dan kecut.

Rasulullah SAW menyampaikan pidato di hadapan orang banyak, yang ada pada waktu itu.

Amanat yang berisikan garis‑garis yang jelas.


Amanat itu menjelaskan tentang cara‑cara menumbuhkan aman.

Tentang hal-hal penyebab hilangnya stabilitas.

Tentang penerapan nilai‑nilai keadi­lan dalam mencapai kemakmuran.

Tentang menciptakan satu kemakmuran yang adil, yang didambakan setiap insan.


Amanat Rasulullah SAW ini berlaku terhadap manusia disetiap kurun sepanjang masa.

Sabda Beliau ini pendek dan padat, jelas lagi bernas. Isinya menembus jauh kerelung‑relung dhamir hati nurani insani.


Jika amanat Rasulullah SAW ini diterapkan sepenuhnya, diyakini tidak akan ada lagi para pencoleng.

Tidak akan ditemui lagi para koruptor dan pencuri, yang bisa berlindung dengan aman, karena tak terjangkau tangan‑tangan hukum.


Rasulullah SAW bersabda,
“Kehancuran yang telah menimpa ummat sebelum kamu, hanya (karena) ketimpangan penerapan hukum. Andaikata yang melakukan kesalahan (pencurian) atau korupsi, adalah orang‑orang terpandang di kalangan mereka, kalian telah membebaskannya (mereka kalian beri kekebalan hukum). Tetapi kalau yang melakukan pencurian (korupsi) adalah orang‑orang yang lemah (rakyat kebanyakan saja) diantara kamu, disaat itu (serta merta) kamu terapkan (kamu tegak­kan) hukum dengan pasti. (Terjadilah apa yang terjadi, pudarnya kepastian hukum, dan hilanglah sumber keadilan). Demi kemuliaan Allah, andaikata Fathimah Binti Muhammad (putri Rasulullah sendiri) melakukan pencurian, pasti akan aku potong juga tangannya". (Al Hadist).


Terlihat di sini bagaimana halus dan tegasnya Syari­'at agama Islam.

Suatu kepastian hukum, tanpa membedakan pelakunya.

Keadilan yang tidak mengenal perbedaan peradi­lan.
Pernilaian tidak dititik beratkan kepada siapa pela­kunya, tetapi kepada apa yang dilakukannya.

Dari sini lahirlah keadilan.




Dari sini pula tercipta keamanan yang kemudian menelorkan kebahagiaan.
Setiap orang tidak cemas akan perkosaan haknya.
Setiap pemerkosa hak, tidak akan merasa aman dari tangan‑tangan hukum karena merasa memi­liki hak‑hak istimewa.


"Kepastian hukum" yang diterapkan oleh Syari'at akan melahirkan "kesejahteraan" secara individu atau pun berma­syarakat.

Tumbuh pulalah satu perlombaan yang sehat.

Saling memelihara tegaknya aturan.

Sama‑sama terpelihara karena tegaknya aturan‑aturan itu.

Sama‑sama bahagia dalam membangun.

Sama‑sama pula dalam membangun kebahagiaan.


Syari'at Islam memulai langkahnya dengan nasehat.
Nasihat itu ditujukan untuk seluruh manusia.
Mencakup seluruh segi kehidupan.

Sumbernya pun jelas.

Nasihat yang berpangkal dari Allah (Al Qur'an).
Merujuk kepada contoh dan petunjuk pelaksanaan dari Muhammad Rasulullah SAW, yang dikenal sebagai Sunnah Rasul.



Mematuhi Allah berarti mematuhi sunnah Rasulullah.

Satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan.

Tidak bisa diingkari atau ditolak.


Dalam satu penjelasannya Rasulullah SAW menyebutkan bahwa,

“Ad‑dien (Syari'at agama Islam) itu adalah nasehat. (Mau'izhah Hasanah).

Kami bertanya, atas dasar apa wahai Rasulullah?" .

Dengan tegas Rasulullah SAW menjawab .." dari Allah dan dengan Kitabullah (Al‑Qur'an), dan Sunnah Rasul. Kemudian dengan kesepakatan pimpinan‑pimpinan ummat (dalam setiap urusan mereka, didunia dan untuk akhirat, berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah Nabi” (Al Hadist).



Dengan patokan ini, para Shahabat ber‑baiat kepada Rasulullah agar tegaknya Syari'at Islam itu dengan sempur­na.

Di antara isinya, para Shahabat tidak menjadi syirik, atau tidak mempersekutukan Allah.

Tidak melakukan pencurian, menjauh­kan diri dari perbuatan korupsi, manipulasi dalam bentuk dan kesempatan apapun.

Tidak berzina, yang melingkupi kepada pergaulan bebas, sehingga kaburnya batas‑batas antara yang boleh dan yang tidak. Terutama dalam hubungan manusia berlainan jenis.

Tidak membunuh anak, baik itu secara penanaman nilai‑nilai fikrah yang tidak agamis.

Semuanya dijalankan melalui jalur Nasihat Agama, mencakup syari'at Islam.
“Wahai orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolong kamu itu kaum yang dimurkai Allah, sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada didalam kubur berputus asa” (QS.60, al-Mumtahanah, ayat 12-13).


Bila kita melihat dengan kacamata kondisi hari ini, bukankah ini merupakan suatu ajakan kearifan mendalam, untuk selalu hati-hati dalam hubungan tolong bertolong dengan kaum yang mendapat kemurkaan Allah ???


Di antaranya dengan Yahudi dan Israel ???

Jangan buru-buru melakukan hubungan dagang atau apapun bentuknya dengan pihak mereka.

Begitulah semestinya yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang memimpin satu negara di mana umatnya beragama Islam dan beriman kepada Allah, dan masih percaya kepada Al Quran Kitabullah.


Wallahu a’lamu bis-shawaab.

Padang, 10 Nopember 1999

Buhul Masyarakat

Buhul Masyarakat

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Kehidupan bermasyarakat di Sumatera Barat sudah lama direkat oleh kentalnya hubungan kebersamaan (ta’awun) di dalam tataran budaya berat sepikul ringan sejinjing sebagai perwujudan nyata nilai-nilai Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).


Tataran budaya sedemikian telah terbukti dalam masa sangat panjang mampu memberikan dorongan-dorongan beralasan (motivasi) bagi semua gerak perubahan (reformasi) dari satu generasi ke generasi berikut di Ranah Bundo ini.

Bahkan telah pula terbukti menjadi modal sangat besar untuk meraih kemajuan di berbagai bidang pembangunan di daerah dan nagari, di dusun dan taratak. Serta memberikan sumbangan yang tidak kecil dalam mewujudkan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.







Kehidupan masyarakat Sumatera Barat kedepan di Alaf Baru ini, mesti di pacu dengan ajakan agar selalu menanam kebaikan-kebaikan yang makruf.

Mesti pula dipagar rapat-rapat dengan pencegahan dari hal-hal yang merusak dan mungkara.

Di dalamnya ditanamkan upaya berguna yang dapat menumbuhkan harga diri dengan sikap mental mau berusaha sendiri, giat bekerja (enterprising).
Yang dituju adalah masyarakat baru Sumatera Barat yang dapat menolong diri sendiri (independent) serta mampu mereposisi kondisinya dalam mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan di berbagai bidang.

Insya Allah masyarakat kita di Sumatera Barat akan mendapatkan hak asasinya yang setara dengan kewajiban asasi yang telah ditunaikan.

Sesungguhnya bimbingan aqidah kita bersendikan Kitabullah telah mengajarkan bahwa tidak pantas bagi satu masyarakat yang hanya selalu menuntut hak tanpa dibebani keharusan menunaikan kewajiban.

Martabat satu kaum akan hilang bila yang ada hanya memiliki kewajiban-kewajiban tetapi tidak dapat menentukankan hak apa-apa.

Karena itu, hak asasi manusia tidak akan pernah ujud tanpa didahului oleh kewajiban asasi manusia.
Hal ini sangatlah penting ditanamkan kembali dalam upaya mambangkik batang tarandam.

Kandungan Kitabullah mewajibkan kita untuk memelihara hubungan yang langgeng dan akrab dengan karib dan daerah tetangga, sebagai kewajiban iman dan taqwa kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, sesuai Firman-Nya, “ Sembahlah Allah, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak. Berhubungan baiklah kepada karib kerabat. Berbuat ihsan kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, dan tetangga yang hampir, tetangga yang jauh, dan teman sejawat serta terhadap orang-orang yang keputusan belanja diperjalanan (yaitu orang-orang yang berjalan dijalan Allah) dan terhadap pembantu-pembantu di rumah tanggamu. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS.4, An-Nisak ayat 36).


Menumbuhkan harga diri, dan memperbaiki nasib secara keseluruhan dalam berbagai bidang, diyakini akan terwujud melalui ikhtiar yang terus menerus, sustainable disertai akhlak sabar tanpa kesombongan serta mampu melawan sikap mudah menyerah dan tidak mudah berputus asa.

Sikap jiwa masyarakat seperti inilah yang sangat dituntut mengedepan dalam menyambut Otonomi Daerah di Sumatera Barat pada awal abad ini. ***

Garinyiek Minang Tari Pasambahan

Garinyiek Minang Yogya

Narkoba dan Konspirasi Internasional

Narkoba dan Konspirasi Internasional

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Pendahuluan

Laporan Kasus Narkoba 1999 Kapolda Sumbar hampir seluruh Resort Kepolisian (8 Polres) telah ditangkap banyak pelaku pengedar Narkoba (Ganja, Shabu-Shabu dan ectacy). Pelakunya berbagai kalangan Swasta, Penganggur, Mahasiswa, Pelajar SMU, pedagang, PNS, tani, sopir). Data yang tidak ada hanya di Polres Pasaman.[1]
Berita-berita dari TV dan Radio bahwa masyarakat menyatakan perang terhadap Narkoba. Ungkapan Koran setiap hari menyebut tentang bahaya Narkoba ini. Narkoba sebenarnya saudara kembar Pekat. Kedua-duanya anak kandung dari keluarga GelapJahili.

Bahayanya sangat besar

(1). Bagi Pencandu Narkoba-Miras, adalah petaka pemakainya,
merubah kepribadian secara drastic, penantang, pemarah dan pelawan,
masa bodoh terhadap dirinya, semangat belajar menurun, berperangai seperti orang gila,
kejahatan sexual meruyak termasuk anak-anak dibawah umur,
hilang norma-norma hidup beradat, beragama, berhukum,
bisa menjadi penyiksa, putus asa, pemalas,
tidak punya harapan masa depan..

(2). Membahayakan sendi kehidupan bermasyarakat,
mengambil milik orang (mencuri),berbuat mesum,
mengganggu ketertiban umum,
tidak ada penyesalan berbuat kesalahan.

(3). Membahayakan bangsa dan negara.
· Mengancam ketahanan nasional. Rusak generasi pewaris bangsa.
· Hilangnya patriotisme. Musnah rasa cinta berbangsa.
· Mengancam stabilitas keamanan kawasan.

Konspirasi internasional.
Pertentangan di antara pemegang kekuasaan dan percaturan politik internasional sering mengarah kepada persekongkolan.

Lahirnya kekuatan anti agama bergulir menjadi konspirasi internasional.
Perebutan umat di antara Salibiyah (Christ society) dan Yahudiyah (Lobi Zionis Internasional), tidak pernah diam saling mempengaruhi paham dan pikiran manusia, sampai semua orang bisa mengikuti ajaran (millah) nya.
Sasaran utama di arahkan kepada kelompok Muslim sejagat.
Terutama ditujukan melumpuhkan umat Islam secara sistematik.
Berkembangnya citra (imej) bahwa paham-ajaran Islam adalah musuh bagi kehidupan manusia.
· Tatanan dunia akan makmur mengikut lobi-lobi Yahudi.
· Penerapannya berbingkai ethnic cleansing.
· Tuduhan teroris ditujukan kepada gerakan dakwah Islam.
Gelar fundamentalis, radikalisme, keterbelakangan, tidak sesuai dengan kemajuan zaman.
· Sasaran akhir kalangan generasi muda umat Islam.
· Dunia remaja menjadi enggan menerima ajaran Islam dalam kehidupan kesehariannya.
· Konsepsi Islam dilihat hanya sebatas ritual dan seremonial.
· Agama Islam dianggap tidak cocok untuk menata kehidupan sosial ekonomi dan politik bangsa-bangsa.
· Hubungan manusia secara internasional tidak pantas di kover oleh ajaran agama.
· Pemahaman picik bahwa agama hanya bisa di terapkan untuk kehidupan akhirat tampak berkembang pesat.
Agama tidak pantas menjawab tantangan dan penyelia tatanan masa kini.

Gejala lain dari kehidupan sekuler materialisma.
Diamati sebagai suatu tadzkirah (warning dan peringatan) wahyu, bila mampu dipahami secara jelas tertera dalam Al Quran (lihat QS. Al-Baqarah 120).

Diniyah atau laa diniyah.
Pertentangan ajaran agama bermuara kepada memecah umat manusia (firaq) yang sejak awal di ikat oleh kewajiban kerja sama (ta’awun) menjadi dua pihak bermusuhan.
Satu sama lain, atau kedua-duanya seakan harus dipertentangkan dalam medan perang secara bengis dan ganas.
Dipenuhi oleh kecurigaan dan intimidasi.
Akhirnya memungkiri segala keuatamaan budi manusia.
Bertalian dengan agama lain, semestinya pula umat Islam berpedoman kepada (QS.al-Baqarah 256).
Bahwa tidak ada paksaan dalam agama.
Iman diperoleh sebagai rahmat dan karunia Ilahi bukan melalui pemaksaan.
Umat Islam berkewajiban menolak pemahaman kepada adanya permusuhan antara golongan dalam masyarakat yang terkam menerkam serta terlepas dari tali Allah.

Hak asasi manusia.
Hak asasi akan selalu terpelihara dan terjamin, selagi kemerdekaan bertumpu kepada terpeliharanya kesopanan umum dan ketertiban negeri.
Hak asasi manusia secara pribadi tetap akan terlindungi bila setiap orang memandang dengan sadar bahwa setiap orang memiliki hak untuk tidak berbuat sesuka hati.
Bila dalam mempertahankan hak asasinya mulai bertindak dengan tidak mengindahkan hak-hak orang lain, pada saat yang sama semua hak asasi itu tidak terlindungi lagi.
Kewajiban asasi untuk tidak melanggar kehormatan orang lain akan memberikan penghormatan kepada kemerdekaan orang lain, senyatanya adalah bingkai dari hak asasi manusia yang sebenarnya.

Perangi sungguh-sungguh.
Mestinya diperangi secara terpadu oleh seluruh lapisan masyarakat, petugas kemananan, kalangan pendidikan, sekolah dan kampus, alim ulama, ninik mamak, pendeknya seluruh elemen masyarakat.
Musnahkan.
Putuskan jaringan pengedaran.
Tegakkan hukum yang tegas.
Berikan penyuluhan masyarakat.
Lakukan pencegahan.
Bina keluarga, remaja dan lingkungan,
Lakukan kegiatan edukasi.
Menghilangkan factor penyebab dalam kerangka pre-emtif.
Preventif, mengawasi ketat jalur dan oknum pengedarnya, sehingga police hazard (potensi kejahatan) tidak berkembang menjadi ancaman factual.
Represif, penindakan tegas.
Penegakan hukum secara tegas, dasarnya diatur oleh UU No.22 tahun 1997, UU.No.5 tahun 1997 yang dikenakan terhadap pemakai, pengedar, pembuat, pemasok, pemilik, penyimpan, pembawa untuk tujuan penyalah gunaan.
Narkoba diperangi dengan memutus jalur pengedaran.
Membongkar sindikasinya.
Mengungkap secara radikal latar belakang jaringannya.
Aparat keamanan dan kepolisian mesti bertindak konsekwen.
Melakukan rehabilitasi, overhead cost-nya sangat tinggi.
Hancurnya satu generasi, dan punahnya satu bangsa.
Inilah yang sangat ditakutkan.
Namun ada negara dunia yang terselubung menjadi sarang mafia pengedaran Narkoba Internasional.

Perspektif Agama

Agama Islam menempatkan NARKOBA dan MIRAS sebagai barang haram, menurut dalil Al Qurani.
a. Khamar, segala minuman (ic. Makanan) yang memabukkan, dan judi.
Disebutkan dalam QS.2: 219 “ Pada keduanya itu terdapat dosa besar, dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi “dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
b. Khamar, judi (al-maysir), berkurban untuk berhala (al-anshab) dan mengadu nasib dengan anak panah (al-azlam), adalah keji (rijsun) dari amalan syaithan. Jauhilah agar menang. (QS.5, al-Maidah:90).
c. Permusuhan dan kebencian (kekacauan) ditengah kehidupan masyarakat ditimbulkan lantaran minuman khamar dan judi. Inilah kerja syaitan. Berakibat kepada lalai mengingat Allah dan meninggalkan shalat. Karena itu berhentilah. (QS.5:91).
d. Hadist diriwayatkan Tirmidzi dari Shahabat Anas RA, bahwa “Rasul SAW melaknat sepuluh orang disebabkan khamar (la’ana Rasulullah SAW fil-khamr ‘asyaratan):
Orang yang memerasnya (pembuatnya, ‘aa-shirahaa),
yang menyuruh memeras (produsen, mu’tashirahaa),
peminumnya (konsumen, syaa-ribahaa),
pembawanya (distributor, haa-milahaa),
yang minta diantarinya (pemesan, al-mahmulata ilaihi),
yang menuangkannya (pelayan, saa-qiyahaa),
penjualnya (retailer, baa-I’a-haa),
pemakan hasil penjualannya (aa-kila tsamanihaa),
pembelinya (al-musytariya lahaa),
yang minta dibelikannya (al-musytaraa-ta-lahu).
Hadist ini terdapat didalam Jami’ Tirmizi.[2]
Pandangan Adat di Ranah Minang
Di Ranah Minang, delapan perbuatan terkutuk, sangat dibenci.
Pelakunya dikucilkan, digantung tinggi, dibuang jauh dan kebawah tak berurat keatas tak berpucuk dan di tengah digiriak kumbang.

Sumpah masyarakat sangat ditakuti oleh masyarakat beradat terhadap bahaya tuak, arak, sabuang, judi, rampok, rampeh, candu dan madat.

Kesimpulan


(1). Hanya satu kesimpulan;

NARKOBA dan MIRAS, dalam pandangan dan ajaran agama Islam, adalah haram secara syar’i. Sangat membahayakan. Berdosa besar. Walau manfaatnya ada, tetapi mudharatnya lebih besar.

Perlu di berantas dengan berbagai cara. Secara adat dibenci.

Ditinjau dari segi keamanan dan stabilitas, sangat berbahaya.
Menurut UU No.22/1997 pasal 78 ayat 1, ancaman pidana sepuluh tahun atau denda 500 juta rupiah.
UU. No.5/1997 pasal 59 ayat 1, pengguna, memproduksi, pengimpor, penyimpan, pembawa, bisa diancam pidana 15 tahun dan denda 750 juta rupiah. Pasal 59 ayat 2, bila terorganisir diancam pidana 20 tahun atau denda 750 juta rupiah, Dan pasal 59 ayat 3 bila korporasi, jaringan sindikasi, diancam pidananya tambah lagi dengan denda 5 milyar rupiah.

Sudah cukup berat bukan ???
Pertanyaannya, kenapa belum dilaksanakan ???

(2). Terlalu sulitnya memberantas peredaran Narkoba ini, menimbulkkan dugaan kuat adanya jaringan luas secara internasional. Dan tidak tertutup kemungkinan bahwa para Mafia Yahudi Internasional bermain padanya. Sebagaima diyakini bahwa gerakan Kristenisasi Internasional itu tidak semata batasnya isu agama tetapi lebih banyak kepada konspirasi politik, ekonomi, dan penguasaan suatu wilayah negara asing dengan kekuatan apa saja.

(3). Maka petugas keamanan terutama kepolisian perlu membersihkan diri dan citranya ditengah masyarakat luas.


Wallahu a'lamu



[1] Ceramah Kapolda Sumbar tentang Penyalah Gunaan Narkotika serta upaya penanggulangan-nya, Padang 26 Oktober 1999, Diskusi Interaktif di Pangeran Beach Hotel, penyelenggara HMI Cabang Padang.
[2] Prof.AbdulHamid Siddiqui, Selection From Hadith, Islamic Book Publishers, Safaat Kuwait, Cetakan ke-II, 1983. Bab-XIX, tentang Halal dan Haram.